Amat Dekat
Sebaliknya, banyak juga kisah dalam Perjanjian Lama yang mengajarkan bahwa Allah berkenan turun ke dalam kehidupan dunia dan bergaul akrab dengan manusia. Dengan cara yang amat menarik, kisah-kisah itu mengungkapkan bahwa Allah menghendaki hubungan yang erat dengan manusia. Tampak di dalamnya betapa dekatnya Allah dengan manusia. Allah benar-benar berada di tengah-tengah manusia ciptaan-Nya, menjadi teman hidup mereka, dan berbicara kepada mereka.
Kisah manusia di Taman Eden membentangkan bagaimana Tuhan berjalan-jalan di kebun dalam kesejukan sore hari dan bergaul dengan manusia. Dosa manusialah yang kemudian membuat mereka takut berhadapan dengan kehadiran Allah karena pada mulanya tidak demikian (Kej. 2:8). Jatuhnya manusia pertama ke dalam dosa tidak berarti bahwa Allah menutup diri dan tidak mau lagi bergaul dengan manusia. Henokh hidup dalam suasana persahabatan dengan Allah (Kej. 5:22-24). Demikian pula Abraham, mengingat kepercayaannya, pantas dimaksudkan ke dalam bilangan sahabat Allah. Allah mengunjungi Abraham dalam suasana kekeluargaan dan Abraham menyambut kedatangan-Nya sebagai tamu kehormatan. Ia memberitahukan kepada Abraham rencana-Nya menghukum Sodom dan Gomora (Kej. 18).
Kitab Keluaran menceritakan bagaimana Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya (Kel. 33:11). Musa diperbolehkan merasakan pengalaman dengan Allah yang sungguh istimewa, sekalipun tidak melihat wajah Allah atau langsung memandang wujud Allah dan hanya melihat punggung-Nya (Kel 33: 21-23).
Kedekatan Allah dengan manusia dalam Perjanjian Lama tampak juga dalam penggambaran Allah sebagai seorang bapa (bdk. Kel. 4:22) dan sebagai seorang ibu yang penuh kasih terhadap anaknya (Yes. 49:15). Gambaran lain yang mengungkapkan kedekatan Allah dengan manusia adalah gambaran tentang gembala yang baik. Tuhan memelihara Israel seperti seorang gembala memelihara kawanannya (Yes. 40:11).
(Bersambung)