Mengampuni Musuh

Sabtu, 24 Februari 2018 – Hari Biasa Pekan I Prapaskah

452

Matius 5:43-48

“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.”

***

Antisthenes berkata, “Perhatikanlah musuhmu, sebab merekalah orang pertama yang menemukan kesalahanmu.” Dalam Injil hari ini, Yesus memanggil para pengikut-Nya untuk melakukan perubahan pemikiran secara radikal. Dia berkata, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”

Ide itu bisa dianggap gila. Yesus memberi arti baru pada sebuah hukum lama. Ia mendefinisikan dengan tepat siapa sesama kita sampai sudut yang paling jauh, yaitu musuh. Ajaran Yesus ini tidak main-main karena Ia sendiri sudah menjalankannya. Demikianlah Kabar Baik tentang Kristus menuntut cinta yang lebih sempurna, yakni cinta terhadap teman dan terhadap musuh.

Bagaimana kita bisa mencintai seseorang yang menyakiti kita? Mengapa kita harus mencintai musuh kita? Kita harus mencintai musuh bukan karena mereka layak diperlakukan dengan cara seperti itu, tetapi karena Tuhan ingin mereka diperlakukan dengan penuh cinta kasih dan rahmat.

Tuhan itu baik kepada semua orang. Cinta-Nya mencakup orang suci dan orang berdosa. Tuhan mengajak kita seperti Dia, yakni mencari kebaikan dalam diri setiap orang, bahkan dalam diri orang-orang yang membenci dan menyiksa kita. Kasihilah orang lain, termasuk orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan egois terhadap kita.

Yesus berkata, “Kasihilah musuhmu.” Apa yang Ia maksud dengan kata-kata ini? Baiklah kita pertimbangkan bahwa Dia sedang berbicara tentang murid-murid dan orang-orang yang menganiaya mereka. “Musuh” di sini berarti orang-orang yang membenci para murid, bukan orang-orang yang dibenci para murid. Murid-murid Yesus dipanggil untuk tidak membenci siapa pun. Namun, tidak bisa dihindari, ada saja orang-orang lain yang membenci mereka. Para murid tidak bisa mengendalikan bagaimana orang lain memperlakukan mereka. Yang bisa mereka lakukan adalah mengendalikan sikap mereka terhadap orang-orang itu.

Yesus memerintahkan kepada kita agar tidak membalas kebencian dengan kebencian, atau permusuhan dengan permusuhan. Ia mengatakan dengan jelas bahwa kita tidak boleh mengecualikan satu orang pun dari kasih kita, tidak peduli apa yang telah mereka lakukan atau akan mereka lakukan terhadap kita. Itulah cara hidup Yesus sendiri. Ketika orang-orang membawa dan mempermalukan-Nya di kayu salib, Ia masih dapat berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34).

Hal terbaik yang bisa kita lakukan sehubungan dengan musuh kita adalah memaafkan mereka. Baiklah kita katakan kepada diri kita sendiri bahwa mereka bertindak dalam ketidaktahuan dan suatu hari kebenaran akan mendatangi mereka. Saat kita memaafkan, itulah langkah menuju penyembuhan; sebab penyembuhan mensyaratkan satu hal, yakni pengampunan.