Mukjizat Tanpa Sensasi

Senin, 5 Maret 2018 – Hari Biasa Pekan III Prapaskah

366

2 Raja-raja 5:1-15a

Naaman, panglima raja Aram, adalah seorang terpandang di hadapan tuannya dan sangat disayangi, sebab oleh dia TUHAN telah memberikan kemenangan kepada orang Aram. Tetapi orang itu, seorang pahlawan tentara, sakit kusta. Orang Aram pernah keluar bergerombolan dan membawa tertawan seorang anak perempuan dari negeri Israel. Ia menjadi pelayan pada isteri Naaman. Berkatalah gadis itu kepada nyonyanya: “Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya.” Lalu pergilah Naaman memberitahukan kepada tuannya, katanya: “Begini-beginilah dikatakan oleh gadis yang dari negeri Israel itu.” Maka jawab raja Aram: “Baik, pergilah dan aku akan mengirim surat kepada raja Israel.”

Lalu pergilah Naaman dan membawa sebagai persembahan sepuluh talenta perak dan enam ribu syikal emas dan sepuluh potong pakaian. Ia menyampaikan surat itu kepada raja Israel, yang berbunyi: “Sesampainya surat ini kepadamu, maklumlah kiranya, bahwa aku menyuruh kepadamu Naaman, pegawaiku, supaya engkau menyembuhkan dia dari penyakit kustanya.” Segera sesudah raja Israel membaca surat itu, dikoyakkannyalah pakaiannya serta berkata: “Allahkah aku ini yang dapat mematikan dan menghidupkan, sehingga orang ini mengirim pesan kepadaku, supaya kusembuhkan seorang dari penyakit kustanya? Tetapi sesungguhnya, perhatikanlah dan lihatlah, ia mencari gara-gara terhadap aku.”

Segera sesudah didengar Elisa, abdi Allah itu, bahwa raja Israel mengoyakkan pakaiannya, dikirimnyalah pesan kepada raja, bunyinya: “Mengapa engkau mengoyakkan pakaianmu? Biarlah ia datang kepadaku, supaya ia tahu bahwa ada seorang nabi di Israel.” Kemudian datanglah Naaman dengan kudanya dan keretanya, lalu berhenti di depan pintu rumah Elisa. Elisa menyuruh seorang suruhan kepadanya mengatakan: “Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir.” Tetapi pergilah Naaman dengan gusar sambil berkata: “Aku sangka bahwa setidak-tidaknya ia datang ke luar dan berdiri memanggil nama TUHAN, Allahnya, lalu menggerak-gerakkan tangannya di atas tempat penyakit itu dan dengan demikian menyembuhkan penyakit kustaku! Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?” Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati.

Tetapi pegawai-pegawainya datang mendekat serta berkata kepadanya: “Bapak, seandainya nabi itu menyuruh perkara yang sukar kepadamu, bukankah bapak akan melakukannya? Apalagi sekarang, ia hanya berkata kepadamu: Mandilah dan engkau akan menjadi tahir.” Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir.

Kemudian kembalilah ia dengan seluruh pasukannya kepada abdi Allah itu.

***

Paradoks Naaman diperkenalkan dengan gamblang di awal cerita. Ia seorang panglima tentara Aram, seorang terpandang dan disayangi raja. Tuhan Allah Israel bahkan memberikan kemenangan bagi kerajaan Aram melalui dia. Sayangnya, ia seorang pahlawan yang berpenyakit kusta. Ia memiliki semuanya untuk menjadi terhormat, namun kustanya membuat dia najis dan terhina.

Masuk akal bila dia mengupayakan segalanya untuk mengatasi kehinaannya! Untuk seorang pejabat sekelas dia, hal itu tentu mudah saja. Dengan penuh keyakinan, harga diri, dan surat pengantar dari raja, pergilah Naaman menghadap raja Israel. Persembahan yang dibawanya tidak tanggung-tanggung: 340 kg perak, 68 kg emas, dan 10 potong pakaian! Tampaknya ia punya semua modal untuk disembuhkan!

Seorang kusta adalah orang yang mati selagi hidup. Hanya Allah yang mampu menyembuhkan penyakit kusta. Itulah sebabnya mengapa raja Israel stres berat. Surat pengantar raja Aram dianggapnya sebagai pengumuman perang. Untunglah ada Nabi Elisa yang di sini disebut sebagai “abdi Allah.”

Naaman pun pergi menghadap Nabi Elisa. Apakah pejabat tinggi ini diterima dengan kalungan bunga dan upacara kebesaran? Sama sekali tidak! Elisa bahkan tidak keluar menemuinya. Sang Nabi hanya menyuruh seorang hamba untuk menyampaikan resep sederhana: mandi tujuh kali di Sungai Yordan! Melihat itu, Naaman kecewa berat dan berniat pulang. Untunglah, para hambanya berhasil meyakinkan dia untuk taat. Karena menaati perkataaan seorang nabi, ia pun sembuh total. Ia pun mengakui bahwa di seluruh dunia tidak ada Allah selain di Israel.

Cerita ini dengan indah bermuara pada dua pesan. Pertama, Tuhan bekerja di balik layar. Tidak pernah Ia secara eksplisit ditampilkan dalam cerita, tetapi jelas Dialah penyembuh Naaman yang sebenarnya. Sebagai “abdi Allah,” Elisa hanyalah abdi dan pelayan Allah. Hanya Allah yang mampu menyembuhkan penyakit kusta, bukan kata dan tindakan manusia! Itulah sebabnya, cara penyembuhan Naaman amat sederhana. Elisa tidak perlu keluar menyambut Naaman. Ia tidak perlu banyak berkata dan bertindak.

Kedua, kekayaan, pangkat, wibawa serta harga diri manusia tidak masuk hitungan Allah! Kesediaan untuk meninggalkan pendapat sendiri, harga diri, dan kesombongan diri, untuk mendengarkan dan taat kepada firman Allah itulah yang memungkinkan penyembuhan. Mendengarkan dan melakukan firman Allah adalah awal terjadinya mukjizat – apa pun bentuknya – dalam hidup kita. Mukjizat terjadi sering tanpa sensasi dan display, tetapi lewat aneka hal, peristiwa, pengalaman dan perjumpaan kecil sehari-hari, yang diterawang dan diamini dalam terang sabda Ilahi.