Sebagaimana yang Didoakan Yesus bagi Kita

Rabu, 16 Mei 2018 – Hari Biasa Pekan VII Paskah

249

Yohanes 17:11b-19

“Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci. Tetapi sekarang, Aku datang kepada-Mu dan Aku mengatakan semuanya ini sementara Aku masih ada di dalam dunia, supaya penuhlah sukacita-Ku di dalam diri mereka. Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran. Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia; dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran.”

***

Perjumpaan merupakan suatu peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Seorang mahasiswa dan seorang calon dokter dalam suatu kesempatan retret menemukan makna perjumpaan yang khas bagi mereka.

Bagi sang mahasiswa yang sedang bergulat untuk memahami kehendak orang tuanya, perjumpaan dengan mereka mulai tumbuh saat ia berani “memakai sepatu” orang tuanya itu.

Hal tersebut kemudian ia ungkapkan dalam sebuah doa: “Tuhan, ajari aku untuk berani ‘memakai sepatu’ orang tuaku. Ajari aku untuk melihat hidupku, masa depanku, bukan hanya dari sudut pandangku, tetapi dari pijakan orang tuaku. Tuhan, ajari aku untuk berani ‘memakai sepatu’ orang tuaku; memandang sebagaimana mereka memandang; menelusuri lorong-lorong sebagaimana sepatu mereka berjalan menentukan langkah.”

Sementara itu, sang calon dokter punya pendapat lain. Baginya perjumpaan adalah keberanian menjalin relasi dengan orang lain, bahkan bila itu mengandung risiko yang mungkin merugikan diri sendiri.

Dalam refleksi singkatnya, ia menulis demikian: “Aduh, betapa kagetnya aku ketika istri seorang pasien meminta nomer teleponku. Itu berarti ada kemungkinan bahwa hubungan ini akan terus berlanjut. Aku khawatir bahwa dengan demikian ia punya alasan untuk meminta, menuntut, dan memohon sesuatu yang lain dari diriku. Bukankah akan lebih nyaman kalau kita bisa datang dan pergi sesuka hati? Hadir ketika ingin hadir, dan pergi ketika ingin pergi? Namun, menjadi dokter berarti menjadi teman mereka yang sakit; rela dan berani beserta mereka; rela keluar dari diri sendiri dan membiarkan diri diganggu.”

Pesan bacaan Injil hari Minggu ini sangat menantang: Beranikah kita memandang hidup ini – masa lalu, masa kini, dan masa depan – sebagaimana yang dilihat oleh Yesus, sebagaimana yang didoakan Yesus bagi kita? Beranikah kita membiarkan diri untuk dicintai? Beranikah kita membuka diri dan membiarkan diri kita dijumpai oleh-Nya?

Mari kita berjuang untuk kembali kepada kasih Allah. Semoga kebersamaan di mana kita hidup – dalam keluarga, tempat kerja, sekolah, dan lain sebagainya – menjadi medan bagi kita masing-masing untuk belajar dicintai Tuhan dan dijumpai oleh-Nya. Semoga di tengah kebersamaan hidup dengan saudara-saudara yang lain, kita berani untuk keluar dari diri sendiri, keluar dari keterbatasan sudut pandang sendiri, sehingga kita sungguh-sungguh mengalami perjumpaan sejati.

Tuhan menanti kita dengan tangan terbuka.

Marilah berdoa: “Tuhan yang Mahakuasa, Engkau selalu memandangku. Dari-Mu sendiri, Engkau memulai semuanya. Pada-Mu sendiri pula Kaukembalikan semuanya. Sebab, sebelum aku ada, Engkau telah mencintaiku dengan cinta yang tak kunjung habis. Kobarkanlah dalam diriku, ya Tuhan, cinta-Mu yang bebas tiada batas.”