Pentakosta, Peristiwa Sinai yang Baru

Minggu, 20 Mei 2018 – Hari Raya Pentakosta

752

Kisah Para Rasul 2:1-11

Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.

Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit. Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri. Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: “Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea? Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita: kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma, baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.”

***

Para rasul bukanlah siapa-siapa. Mereka hanyalah orang-orang kecil dan sederhana, sebagaimana tampak dalam profesi beberapa dari mereka yang adalah para nelayan. Namun, berkat mereka, pewartaan Kabar Gembira berkembang dengan pesat, menjangkau tempat-tempat yang jauh. Pewartaan itu diterima pula oleh orang-orang dari berbagai bangsa, tidak terbatas pada orang Yahudi saja. Banyak dari orang-orang itu yang kemudian membuka hati bagi Yesus. Mereka tergerak untuk mengikuti jejak-Nya dan menjadi murid-Nya.

Bagaimana mungkin Petrus dan kawan-kawan bisa melakukan hal itu? Bukankah mereka sendiri ketakutan dan nyaris membubarkan diri setelah Yesus disalibkan? Bagaimana mungkin orang banyak mau mendengarkan suara para rasul? Mereka ini bukan orang penting, bukan penguasa, juga bukan kaum terpelajar!

Setelah merenungkan dalam-dalam mengenai hal itu, Lukas menuangkan refleksinya dalam tulisan yang disusunnya, yakni Kisah Para Rasul. Ia melihat bahwa peristiwa Pentakosta merupakan titik balik yang penting serta menentukan bagi karya pewartaan Injil. Karena suatu sebab, para pengikut Yesus yang tadinya ketakutan tiba-tiba menjadi berani dan tidak segan lagi untuk berbicara di hadapan orang banyak.

Saat itu hari Pentakosta, lima puluh hari sesudah perayaan Paskah. Yerusalem ramai oleh para peziarah, yakni orang-orang Yahudi dari berbagai tempat, termasuk yang tinggal di negeri-negeri lain. Murid-murid Yesus waktu itu juga berada di Yerusalem, jumlahnya kira-kira seratus dua puluh orang. Sepeninggal Yesus, komunitas ini senantiasa berkumpul di suatu tempat di Yerusalem. Mereka dicekam ketakutan berhadapan dengan para penguasa dan masyarakat yang membenci Yesus dan para pengikut-Nya.

Namun, hari itu ada sesuatu yang berbeda. Ketika mereka bersatu dalam doa, tiba-tiba saja ketakutan mereka sirna. Allah mengaruniakan kepada mereka semangat, kekuatan, dan keberanian untuk terjun ke tengah-tengah masyarakat dan bersaksi tentang Yesus. Tanpa peduli bahwa mereka berada di antara orang-orang yang telah membunuh sang Guru, murid-murid Yesus dengan lantang memberi kesaksian bahwa Yesus telah bangkit, bahwa Yesus tetap hidup, dan bahwa Dia itu Mesias.

Keberanian itu diimani Lukas sebagai buah pencurahan Roh Kudus. Sesuai dengan makna peringatan Pentakosta, Lukas menggambarkan peristiwa itu dengan mengambil inspirasi dari peristiwa di Sinai. Di Gunung Sinai, Allah hadir dalam guruh dan kilat, lalu menyampaikan kesepuluh firman-Nya kepada bangsa Israel dengan perantaraan Musa. Sama seperti itu, Roh Kudus dalam wujud lidah-lidah api kini hadir di tengah-tengah para pengikut Yesus diiringi bunyi dari langit seperti tiupan angin keras.

Dinaungi oleh Roh Kudus, lahirlah keberanian dalam diri murid-murid Yesus untuk bersaksi. Tanpa takut, mereka lalu berbicara tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah melalui Yesus Kristus, Anak-Nya. Mereka mengatakan semuanya itu dalam bahasa-bahasa lain, sehingga para peziarah yang berkunjung ke Yerusalem menjadi terkejut karena dapat memahami apa yang mereka katakan.

Di balik gambaran-gambaran spektakuler yang terjadi pada hari Pentakosta, mukjizat besar yang mau dinyatakan dengan itu sebenarnya adalah tersebarnya Kabar Baik ke seluruh penjuru dunia. Yesus telah dibunuh, para murid diancam, jemaat dianiaya, semua itu nyatanya tidak membuat Injil menjadi kerdil dan mati. Karya Allah tidak mungkin dihalangi manusia. Ia sendiri berkenan mencurahkan Roh-Nya yang memampukan orang-orang yang percaya kepada Yesus untuk bersaksi dan menyatakan iman mereka.

Di luar dugaan, kesaksian para murid ternyata disambut baik oleh banyak orang. Ini bukan karena para murid hebat dalam berkhotbah, tetapi semata-mata karena Roh Kudus berkenan membuka hati orang-orang yang mereka sapa. Demikianlah, pada hari Pentakosta, Allah sungguh melakukan perbuatan besar. Ia menyatakan diri-Nya, juga kekuatan-Nya.