Budaya Jujur

Sabtu, 16 Juni 2018 – Hari Biasa Pekan X

213

Matius 5:33-37

Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambut pun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.

***

Mengapa orang susah berkata, “Ya aku salah,” di saat ia memang melakukan kesalahan? Entahlah. Mengakui kesalahan umumnya memang sangat sulit untuk dilakukan. Kita cenderung melakukan pembelaan dengan harapan agar kita dibenarkan atau setidaknya agar kesalahan kita tidak diketahui orang lain. Dalam rangka itu, pembelaan kita sampai disertai berbagai macam sumpah.

Pada zaman Yesus, orang Yahudi tidak dilarang bersumpah. Bersumpah atas nama Tuhan, khususnya dalam konteks pengadilan, merupakan hal yang wajar. Tujuannya agar orang tersebut tidak main-main dalam bersaksi. Karena sudah bersumpah atas nama Tuhan, ia harus menyatakan kebenaran, tidak boleh menipu.

Namun, orang kemudian mencari cara untuk berkelit. Mereka yang memang bersalah dan tidak mau mengakui kesalahannya mengucapkan sumpah yang lain. Karena takut membawa-bawa nama Tuhan, mereka lalu bersumpah demi langit, demi bumi, atau demi Yerusalem. Itulah yang ditegur oleh Yesus dalam perikop ini. Usaha mereka berkelit gagal total, sebab ditegaskan oleh Yesus bahwa langit adalah takhta Allah dan bumi adalah tumpuan kaki-Nya. Artinya, mau bagaimanapun juga, sumpah palsu mereka tetap membawa-bawa nama Allah.

Belajar dari ini, marilah kita membangun budaya jujur dalam hidup kita. Jika tidak mau dipersalahkan, mari kita berjuang untuk bertindak benar dan jujur. Memang terkadang hal ini tidak mudah, tetapi kita tetap harus memperjuangkan dan mengusahakannya. Mari kita pegang teguh nasihat Yesus ini, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak.”

Hidup dengan kepalsuan dan kepura-puraan, hidup dengan mengenakan topeng kebohongan dan kemunafikan, sesungguhnya akan membuat kita kehilangan satu hal penting. Hal penting yang hilang itu tidak lain adalah kedamaian.