Luar Biasa 2: Mengasihi Musuh

Selasa, 19 Juni 2018 – Hari Biasa Pekan XI

295

Matius 5:43-48

“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.”

***

Saudara-saudari yang terkasih, tidak bisa dielakkan bahwa kita terkadang harus hidup bersama dengan pribadi-pribadi yang tidak cocok dengan kita. Hal ini bisa terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, dalam komunitas, bahkan mungkin dalam keluarga. Ketidakcocokan dapat disebabkan karena perbedaan karakter atau mungkin relasi komunikasi yang berseberangan. Akibatnya, masing-masing pribadi merasa terluka, sakit hati, bahkan sampai benci dan dendam. Keadaan seperti itu pastinya tidak mengenakkan. Ketika terjadi permusuhan, orang bilang bahwa mereka seperti “hidup di neraka.” Orang lain tidak lagi menjadi saudara atau keluarga, tetapi musuh.

Bacaan Injil hari ini mengajak kita sebagai murid-murid Kristus untuk menjadi pribadi yang “luar biasa.” Kita diajak untuk sempurna “sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.” Caranya adalah dengan mengasihi orang yang tidak mengasihi kita, dan memberi salam kepada orang yang mengabaikan kita. Yesus menegaskan, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”

Perintah itu indah didengar, tetapi tidak mudah dilaksanakan. Bagaimana mungkin kita bisa mendoakan orang yang membenci kita? Bagaimana mungkin kita bisa mencintai orang yang mengkhianati atau menyakiti kita? Bagaimana mungkin kita bisa mengampuni ketika hati masih diselimuti oleh kebencian, kemarahan, dan semangat balas dendam? Kuncinya ternyata satu: kasih.

Kasih memampukan kita untuk memaafkan bukan hanya satu kali atau tujuh kali, melainkan tujuh puluh kali tujuh kali, yang artinya tidak terhingga. Kasih memampukan kita untuk berdamai, sehingga kita bisa memulai kembali hubungan yang retak karena permusuhan. Kasih memampukan kita untuk mencintai dan menerima orang-orang yang menyebalkan. Dengan mempunyai kasih seperti itu kita meneladan Bapa yang memberikan matahari bukan hanya untuk orang benar, tetapi juga untuk mereka yang tidak benar; menurunkan hujan tidak hanya untuk orang baik, tetapi juga untuk mereka yang tidak baik.

Saudara-saudari yang terkasih, sekali lagi sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk semakin sempurna dalam perbuatan-perbuatan baik. Marilah kita sejenak meneliti batin kita: masih adakah orang-orang yang kita musuhi atau memusuhi kita? Masih adakah orang-orang yang kita benci atau membenci kita? Mari kita hari ini menjadi murid Yesus yang luar biasa, yakni dengan mendekati, menerima, dan mencintai orang-orang di sekitar kita yang sedang bermusuhan dengan kita.