Tukang Kayu Membuat Mukjizat?

Minggu, 8 Juli 2018 – Hari Minggu Biasa XIV

219

Markus 6:1-6

Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.” Ia tidak dapat mengadakan satu mujizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka.

Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.

***

Setelah berkeliling ke sejumlah tempat, Yesus pulang ke tempat asal-Nya, Nazaret. Ia tidak sendirian berkunjung ke situ, melainkan disertai oleh para murid-Nya. Sebelumnya murid-murid Yesus telah melihat bagaimana guru mereka mengajar dengan penuh karisma dan melakukan sejumlah hal yang spektakuler. Sekarang mereka akan mendapatkan pelajaran berharga yang lain, yakni menyaksikan Yesus ditolak. Disebut berharga karena pada saatnya para murid juga akan mengalami hal itu. Karenanya mereka harus bersiap menghadapinya sejak dini.

Di kampung halaman-Nya, acara Yesus tampaknya cukup padat. Pada hari Sabat Ia mengajar di rumah ibadat, dan tersirat juga bahwa Yesus sempat membuat sejumlah mukjizat. Orang-orang sekampung terpukau mendengar pembicaraan dan perbuatan Yesus yang hebat dan penuh kuasa.

Namun, arah angin cepat sekali berbalik. Orang-orang itu mendadak teringat pada status Yesus. Dia hanyalah seorang tukang kayu! Meskipun bukan pekerjaan hina, tukang kayu tetaplah tukang kayu. Sebaiknya Ia mengurusi kayu daripada mengkhotbahi orang banyak. Tidak cocok! Mereka juga ingat akan asal-usul Yesus. Dia berasal dari kalangan mereka sendiri. Apanya yang istimewa? Ibu dan saudara-saudari-Nya juga mereka kenal. Biasa-biasa saja. Demikianlah orang Nazaret jadi kehilangan minat mendengarkan ajaran Yesus. Mereka enggan percaya pada-Nya.

Menghadapi sikap yang tidak mengenakkan itu, Yesus mencoba untuk memakluminya. Ia teringat pada sebuah pepatah: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri.” Mengidentifikasikan diri-Nya sebagai nabi, Yesus mengutip pepatah itu untuk memahami nasib yang umumnya dialami para utusan Allah, ditolak justru oleh orang-orang yang dekat dengan mereka.

Iman mendatangkan mukjizat, sebaliknya ketidakpercayaan menghalangi terjadinya mukjizat. Penolakan orang Nazaret membuat Yesus tidak lagi membuat mukjizat di situ. Untuk apa? Mereka bersikap seolah-olah tidak membutuhkannya. Meski Yesus berusaha memaklumi hal itu, Ia tetap saja merasa heran. Markus di sini menampilkan perasaan manusiawi Yesus yang jarang terungkap. Yang heran biasanya orang-orang yang berhadapan dengan Yesus, tapi ini malah Yesus sendiri!

Penolakan orang Nazaret terhadap Yesus sungguh sangat disayangkan. Mereka fokus pada status Yesus sebagai tukang kayu, pada latar belakang keluarga-Nya yang biasa-biasa saja. Namun, bukankah mereka mendengar sendiri ajaran-Nya yang penuh kuasa? Bukankah mereka menyaksikan sendiri karya besar yang Ia lakukan? Mengapa mereka tetap tidak mau percaya? Orang-orang Nazaret yang skeptis itu telah melewatkan kesempatan besar merasakan sapaan kasih Allah secara langsung.

Karena itu, pesan bacaan ini bagi kita: bukalah selalu hati kita bagi karya-karya Allah yang datang menyapa kita dengan segala macam cara, yang paling remeh sekalipun. Siapa bilang orang kecil tidak bisa melakukan hal-hal besar?