Iman Mendahului Tanda

Senin, 23 Juli 2018 – Hari Biasa Pekan XVI

227

Matius 12:38-42

Pada waktu itu berkatalah beberapa ahli Taurat dan orang Farisi kepada Yesus: “Guru, kami ingin melihat suatu tanda dari pada-Mu.” Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam. Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus! Pada waktu penghakiman, ratu dari Selatan itu akan bangkit bersama angkatan ini dan ia akan menghukumnya juga. Sebab ratu ini datang dari ujung bumi untuk mendengar hikmat Salomo, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Salomo!”

***

Kaum Farisi dan ahli Taurat ingin memastikan otentisitas ajaran dan perutusan Yesus. Mereka meminta sebuah “tanda,” sebuah tindakan atau hal yang dapat dilihat orang banyak yang dapat membuktikan bahwa Yesus memang utusan Allah dan bertindak dalam kuasa Allah. Jadi, para pemimpin agama ini tampil sebagai pembela ortodoksi atau kemurnian agama. Mereka mau melindungi umat dari kesesatan! Motivasi mereka tampaknya sungguh murni dan saleh.

Yesus menolak permintaan itu. Mukjizat tidak perlu dikerahkan demi pamer atau demi membuktikan relasi khusus-Nya dengan Bapa. Itu sudah Ia tegaskan sejak awal saat Ia digoda Iblis (Mat. 4:5-7). Yesus justru mengecam para pemimpin agama Yahudi itu, juga seluruh umat yang telah mereka sesatkan sebagai “angkatan yang jahat dan tidak setia.” Permintaan mereka akan tanda menunjukkan bahwa mereka gagal untuk percaya. Mereka tidak mengandalkan Allah.

Tanda hanya akan diberikan kepada mereka yang beriman. Iman mendahului tanda, bukan sebaliknya. Begitu seseorang percaya, orang itu akan melihat begitu banyak tanda dan jejak Tuhan dalam kehidupannya dan di alam semesta. Tanda adalah anugerah, pemberian cuma-cuma dari Allah, bukan hasil lobi atau desakan manusia. Bagaimana mungkin orang yang tidak beriman dapat melihat tanda-tanda kehadiran Tuhan? Kepada mereka hanya akan diberikan tanda yang paling besar, sebuah tanda super, yaitu kebangkitan Yesus sendiri setelah tiga hari dalam kubur.

Yesus membandingkan diri-Nya dengan Nabi Yunus dan Salomo. Sekaligus dengan itu Ia mengecam kebutaan iman “angkatan ini.” Penduduk Niniwe yang “kafir” saja bertobat saat mendengar pesan Allah yang disampaikan oleh Yunus. Ratu dari selatan, yang juga seorang “kafir,” terbuka terhadap kebijaksanaan Allah yang ditampilkan oleh Raja Salomo. Yesus jauh lebih tinggi dan mulia dari Yunus dan Salomo! Sebelumnya, Yesus sudah menegaskan bahwa Ia “melebihi Bait Allah.” Dengan demikian, Yesus menegaskan jati diri dan pewartaan-Nya yang memenuhi sekaligus melebihi tiga lembaga inti agama Yahudi: keimaman, kenabian dan kerajaan! Kedatangan Yesus dan Kerajaan Allah yang dihadirkan-Nya melebihi apa yang sudah disaksikan dan diwarisi sepanjang sejarah Israel.

Pesan perikop ini sederhana. Pertama, iman sejati tidak butuh tanda dan mukjizat. Sibuk mencari tanda dan mukjizat sebenarnya adalah tanda kegagalan dalam beriman dan tanda bahwa yang bersangkutan tidak mengandalkan Allah. Kedua, jika sungguh beriman, kita dapat dengan mudah melihat begitu banyak tanda kasih Tuhan dalam pengalaman sehari-hari. Mukjizat itu sungguh nyata bagi orang beriman: tidak perlu yang hebat dan luar biasa, tetapi yang biasa dan sederhana. Mengapa? Sebab Yesus sudah melampaui dan menggenapi semua tanda dan nubuat para nabi dan raja dalam sejarah.