Hidup dan Mati Bersama Kristus

Jumat, 10 Agustus 2018 – Pesta Santo Laurensius

474

Yohanes 12:24-26

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.”

***

Menjelang kematian-Nya, Yesus berkata kepada para murid, “Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan.” Dalam Injil Yohanes, saat pemuliaan atau peninggian Yesus adalah ketika Dia dipaku pada kayu salib. Yesus menyatakan kepada mereka bahwa sudah tiba saatnya bagi dirinya untuk menjalani penderitaan dan kematian itu. Namun, kematian-Nya bukanlah kematian yang sia-sia. Kematian-Nya adalah seperti kematian biji gandum yang jatuh ke tanah, mati, tetapi kemudian tumbuh dan menghasilkan banyak buah. Demikianlah, kematian Yesus di kayu salib membawa kehidupan kekal bagi manusia.

Jalan hidup yang ditempuh Yesus ini merupakan teladan bagi orang-orang yang mau mengikuti-Nya. “Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.” Yesus mengingatkan para murid agar tidak takut kehilangan nyawa di dunia ini. Kalau mereka percaya kepada-Nya dan mengasihi Dia, termasuk kalau mereka harus kehilangan nyawa karena Kristus, mereka akan mendapatkan kehidupan kekal.

Keselamatan jiwa atau kehidupan kekal itulah yang harus menjadi tujuan orang beriman, lebih dari keselamatan hidup duniawi. Bagi mereka yang mau melayani dan mengikuti-Nya, Yesus menjanjikan dua hal: (1) para pelayan akan selalu bersama dengan Dia; (2) Bapa akan menghormati orang yang melayani Yesus.

Ajaran Yesus untuk berani kehilangan nyawa demi hidup yang kekal terlaksana dalam diri para martir. Mereka berani mati demi Kristus, termasuk Santo Laurensius yang kita rayakan hari ini. Laurensius hidup pada zaman penganiayaan pada abad ketiga. Ia termasuk satu dari tujuh diakon yang membantu Paus Sixtus di Roma. Ia dipercaya untuk mengurus harta benda Gereja dan membagikan sedekah kepada orang-orang miskin di Roma. Tindakannya yang penuh kasih membuat banyak orang menjadi percaya kepada Kristus dan menjadi anggota Gereja. Kepercayaan Laurensius kepada Kristus dan kasihnya kepada orang-orang miskin membuat dirinya ditangkap dan disiksa sampai mati.

Mari kita renungkan:

Kesibukan, penderitaan, dan kegembiraan yang dialami selama di dunia bisa membuat manusia lupa akan keabadian. Akibatnya, mereka hanya memikirkan kehidupan raga di dunia ini, tetapi mengabaikan jiwa yang tidak dapat mati. Nasihat Kristus dan kematian Santo Laurensius membantu orang beriman untuk tetap menjalani kehidupan di dunia ini dengan tetap menyadari bahwa kehidupan ini hanyalah langkah-langkah menuju kehidupan abadi. Raga yang dimiliki manusia adalah sarana yang diberikan Tuhan supaya manusia dapat melangkah menuju keabadian. Raga inilah yang menjadi sarana kita untuk mengasihi sesama seperti Kristus telah mengasihi kita. Jika kita mengasihi Kristus, kita menyelamatkan jiwa kita. Raga akan binasa, tetap jiwa akan tinggal bersama Dia.