Mempercayakan Diri kepada Yesus

Jumat, 14 September 2018 – Pesta Salib Suci

275

Yohanes 3:13-17

“Tidak ada seorang pun yang telah naik ke surga, selain dari Dia yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia.

Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.”

***

Tidak sengaja saya menemukan sebuah buku berjudul Tenggelam ke Dalam Misteri Yesus: Menghayati dan Mendalami Injil Yohanes karya Jean Vanier. Buku tersebut diterjemahkan oleh Mgr. I. Suharyo dan diterbitkan oleh Penerbit Kanisius. Jean Vanier adalah pendiri komunitas L’Arche, komunitas hidup bersama dan bagi orang-orang difabel di Perancis. Pantas diketahui pula bahwa Jean Vanier adalah salah seorang guru rohani dari Henri J.M. Nouwen, yang tulisan-tulisannya sangat dikenal oleh para pembaca di Indonesia. Pada kesempatan ini, saya ingin menyajikan kepada Anda secuil tulisan Jean Vanier dari buku tersebut:

“Saya senang mengingat Antonio, seorang lelaki muda yang menderita cacat berat. Ia tidak bisa berjalan, tidak bisa berbicara, atau menggunakan tangannya. Ia datang ke komunitas kami sesudah dua puluh tahun berada di rumah sakit. Ia telah menerima keadaan dirinya yang cacat itu dengan lapang hati. Wajahnya menyinarkan damai dan kegembiraan, kecuali kadang-kadang kalau ia merasa kesepian dan marah. Ia menunjukkan kepercayaan yang mengagumkan kepada para pendamping yang merawatnya, yang memandikan dan memberinya makan. Caranya menunjukkan kasih tidak dengan memberi hadiah tetapi dengan kepercayaan yang mengagumkan, yang tumbuh pelan-pelan.

Ada beberapa bentuk kepercayaan dan beberapa tingkatan kedalaman kepercayaan. Ada kepercayaan anak-anak terhadap orang tua atau guru mereka, kepercayaan antara seorang penderita sakit kepada dokter, kepercayaan umat kepada pimpinan mereka dalam Gereja, kepercayaan di antara teman, kepercayaan di antara orang-orang yang saling mencintai, kepercayaan di antara pasangan suami istri yang sudah lanjut usia.

Kepercayaan adalah relasi dinamis yang berkembang dan tumbuh. Kepercayaan adalah keterbukaan terhadap yang lain. Kepercayaan adalah pemberian diri. Kepercayaan dapat dimulai dengan sederhana: kalau kita tertarik pada seseorang, kita menjadi teman. Lalu sesuatu terjadi. Orang lain itu ternyata tidak seperti yang kita pikirkan pada awalnya. Tampaknya kita tidak saling memahami dan muncullah konflik. Lalu kita perlu menemukan akar kepercayaan yang lebih dalam. Perkembangan kepercayaan sering kali merupakan buah dari suatu krisis, ketegangan, ujian bagi kepercayaan kita.”

Dalam perjumpaan dengan Nikodemus, Yesus menyebut diri sebagai Dia yang turun dari surga: Anak Manusia. Ia menyatakan bahwa kita akan hidup kalau kita memandang Dia dan percaya kepada-Nya ketika Ia ditinggikan pada salib, seperti halnya Musa berjanji kepada orang-orang Israel yang digigit ular bahwa mereka akan hidup kalau mereka memandang ular dari tembaga yang ditaruh pada sebuah tiang.

Ada saatnya kita tidak mengerti Yesus, misalnya pilihan-Nya pada salib, pada kesunyian. Namun, pelan-pekan kepercayaan itu akan berkembang. Meskipun tampaknya Yesus diam, kita tetap mempercayakan diri dan beriman kepada-Nya. Ini adalah anugerah Allah, anugerah hidup baru, yang diberikan kepada kita sebagai benih yang kecil. Benih itu perlu dipelihara agar pelan-pelan dapat tumbuh sampai pada penyerahan diri tanpa syarat kepada Allah, tidak jarang harus melalui hal-hal yang menyakitkan.

Kita menerima anugerah hidup kekal dan dilahirkan kembali dalam Roh melalu iman dan kepercayaan kita kepada Yesus. Ini adalah kisah warta gembira Injil, kisah mengenai perkembangan para murid dalam iman dan kepercayaan. Ini adalah kisah Anda juga.