Mengampuni Itu Menguntungkan

Kamis, 20 September 2018 – Hari Biasa Pekan XXIV

205

Lukas 7:36-50

Seorang Farisi mengundang Yesus untuk datang makan di rumahnya. Yesus datang ke rumah orang Farisi itu, lalu duduk makan. Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi. Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu. Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya: “Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa.” Lalu Yesus berkata kepadanya: “Simon, ada yang hendak Kukatakan kepadamu.” Sahut Simon: “Katakanlah, Guru.”

“Ada dua orang yang berhutang kepada seorang pelepas uang. Yang seorang berhutang lima ratus dinar, yang lain lima puluh. Karena mereka tidak sanggup membayar, maka ia menghapuskan hutang kedua orang itu. Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?” Jawab Simon: “Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya.” Kata Yesus kepadanya: “Betul pendapatmu itu.” Dan sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon: “Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku. Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi. Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih.” Lalu Ia berkata kepada perempuan itu: “Dosamu telah diampuni.” Dan mereka, yang duduk makan bersama Dia, berpikir dalam hati mereka: “Siapakah Ia ini, sehingga Ia dapat mengampuni dosa?” Tetapi Yesus berkata kepada perempuan itu: “Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!”

***

Mengampuni itu menguntungkan. Mengapa bisa demikian? Seorang ahli psikologi yang bernama Charlotte Witvleit dalam penelitiannya menemukan bahwa ketika seseorang mampu mengampuni, ia mengalami sukacita yang besar. Ia memiliki kontrol yang besar dan dalam atas hidupnya dan tidak gampang depresi.

Yesus dalam Injil hari ini berkata kepada wanita yang berdosa, “Dosamu telah diampuni.” Lalu, mengapa kita juga harus bisa mengampuni orang lain seperti Yesus? Kita tahu bahwa alat yang paling ampuh untuk menyelesaikan konflik adalah pengampunan. Pengampunan akan membawa kedamaian bagi individu, komunitas, dan banyak orang. Ingat, pengampunan juga memberi keuntungan bagi diri kita sendiri.

Ada tiga keuntungan yang bisa kita dapatkan dari pengampunan:

Pertama, pengampunan itu membebaskan. Misalnya, kita mengampuni orang yang bersalah terhadap kita. Mungkin ada orang yang lalu berkata bahwa pengampunan itu hanya menunjukkan kelemahan dan kekalahan kita. Tidak! Tindakan pengampunan terhadap orang yang bersalah justru akan melepaskan kita dari perasaan menjadi korban karena luka-luka batin.

Kedua, pengampunan menyembuhkan luka-luka batin. Jika kita tidak mengampuni, ada konsekuensi yang harus kita tanggung. Konsekuensinya adalah luka batin di dalam diri kita akan semakin menganga lebar dan membusuk. Hal ini akan memperburuk kesehatan tubuh, pikiran, dan jiwa kita setiap hari. Untuk menyembuhkan luka yang kita derita, kita harus bersedia memaafkan mereka yang menyakiti kita secara total dan tanpa syarat.

Terakhir, pengampunan membuat hidup lebih indah. Pengampunan memberi energi positif kepada kita dan membuat dunia kita menjadi lebih indah dari sebelumnya. Ibarat kaki tertusuk duri dan durinya tertinggal, selama duri itu belum dicabut, maka kaki tidak akan pernah nyaman untuk berjalan. Pengampunan ibarat mencabut duri dari kaki. Hidup menjadi nyaman dan indah ketika kita bisa mengampuni.

Dari hasil penelitiannya, Charlotte Witvleit kemudian menyimpulkan demikian: mengampuni pada akhirnya lebih menguntungkan bagi orang yang memberi ampun daripada orang yang diampuni. Bagaimana pendapat Anda?