Pengalaman Iman

Jumat, 28 September 2018 – Hari Biasa Pekan XXV

3824

Lukas 9:18-22

Pada suatu kali ketika Yesus berdoa seorang diri, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka: “Kata orang banyak, siapakah Aku ini?” Jawab mereka: “Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit.” Yesus bertanya kepada mereka: “Menurut kamu, siapakah Aku ini?” Jawab Petrus: “Mesias dari Allah.” Lalu Yesus melarang mereka dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapa pun.

Dan Yesus berkata: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.”

***

Saya ingat, dulu romo pamong saya di seminari berkata kepada kami, “Yang menjadi kekuatan dalam hidup adalah ketika orang telah mengalami pengalaman iman, bukan sekadar pengetahuan iman.” Tidak seketika itu juga kami mengerti apa maksud beliau. Namun, lambat laun beliau menjelaskannya. Pengalaman iman berbeda dengan pengetahuan iman.

Melalui sekolah, guru agama, atau khotbah para pastor, orang bisa bertambah pengetahuan imannya. Melalui sarana-sarana tersebut, mereka menjadi lebih tahu siapa itu Yesus, bagaimana kedudukan Maria dalam Gereja Katolik, bagaimana sejarah Gereja ini terbentuk, dan lain sebagainya. Namun, belum tentu dengan itu orang sungguh mengalami perjumpaan dengan Yesus secara personal, sebab pengetahuan ada dalam tataran pikiran. Sementara itu, pengalaman adalah peristiwa sehari-hari yang memungkinkan setiap orang secara  pribadi, meski sederhana, mengalami perjumpaan dengan Yesus.

Dalam Injil hari ini, Yesus mengajukan pertanyaan secara bertahap kepada para murid. Pertama, Yesus berkata, “Kata orang banyak, siapakah Aku ini?” Tataran pertama adalah kata orang, dan ini adalah soal pengetahuan. Pengetahuaan para murid dengan itu sedikit diuji. Percakapan pertama ini barangkali berada di wilayah pikiran.

Selanjutnya, Yesus bertanya lagi, “Menurut kamu, siapakah Aku ini?”Di sini Ia mulai menyentuh soal rasa dan perasaan secara personal. Semakin dalam lagi, Yesus seolah-olah bertanya, “Apa pengalaman personalmu bersama-sama dengan Aku?”

Mari, Saudara-saudari sekalian, kita diajak untuk sampai pada pengalaman iman, bukan pengetahuan iman. Banyak sarana dapat kita gunakan untuk dapat mengetahui tentang siapa itu Yesus. Namun, pengalaman adalah soal pribadi. Melalui keheningan, doa pribadi, dan refleksi, semoga kita mampu memiliki pengalaman pribadi dengan Yesus, sumber kekuatan dan hidup kita.