Jalan Kecil, Sederhana, dan Penuh Cinta Menuju Surga

Senin, 1 Oktober 2018 – Pesta Santa Teresia dari Kanak-kanak Yesus

218

Matius 18:1-5

Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”

***

Hari ini Gereja memperingati Santa Teresia dari Lisieux atau dikenal juga sebagai Santa Teresia dari Kanak-kanak Yesus. Renungan kita atas Injil hari ini akan semakin diperkaya oleh kisah hidup Santa Teresia. Teresia lahir di Alemon, Perancis pada 2 Januari 1873, anak dari pasangan Katolik yang saleh Louis Martin dan Azelie Guerin. Sang ibu meninggal ketika Teresia masih kanak-kanak, sehingga dia diasuh oleh kakaknya, Pauline. Tidak lama kemudian, sang ayah membawa keluarganya pindah ke Lisieux.

Kepergian ibunya sangat mengguncang jiwa Teresia, sehingga dia tumbuh menjadi anak yang rapuh, perasa, tertutup, serta mudah tersinggung dan menangis. Sifat ini makin menjadi-jadi ketika Pauline terpaksa meninggalkan dia untuk menjadi biarawati. Kepergian kakaknya ini membuat Teresia sedih dan jatuh sakit. Kesembuhan secara ajaib terjadi ketika kakak-kakaknya berdoa di sekitar tempat tidurnya. Namun, sifat perasa dan cepat tersinggung masih tetap ada dalam diri Teresia. Sifat buruk itu baru disadarinya setelah sang ayah menasihatinya pada suatu malam Natal. Perlahan ia berusaha mengubahnya. Teresia pun bertekad mengabdikan dirinya kepada Tuhan. Ketika menerima komuni pertama pada usia dua belas tahun, Teresia sangat bahagia dan di depan salib dia berkata kepada Yesus, “Yesus di kayu salib yang haus, saya akan memberikan air minum kepada-Mu. Saya sedapat mungkin akan menderita agar banyak orang berdosa mau bertobat.”

Pada usia lima belas tahun, Teresia masuk biara Karmel. Dia sangat mencintai kanak-kanak Yesus, sehingga di biara dia mengubah namanya menjadi Teresia dari Kanak-kanak Yesus. Dia berjanji tidak akan menolak apa pun yang diinginkan Yesus. Sama seperti biarawati lainnya, Teresia melaksanakan tugas dan doa harian dengan tekun. Namun, dia juga harus berjuang mengatasi rasa tersinggung, marah, sakit hati, iri, memerangi kebosanan dan berbagai godaan, serta berjuang menempuh “jalan sederhana” menuju kesucian. Apa pun yang dirasakan, Teresia selalu berusaha tersenyum. Dia menulis bahwa siapa pun dapat mencapai kesucian, yakni dengan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kecil dan tugas harian dengan penuh cinta kasih kepada Tuhan.

Kiranya kisah hidup Santa Teresia tersebut sangat cocok untuk membantu kita masuk dalam bacaan Injil hari ini. Dikisahkan bahwa para murid bertanya kepada Yesus tentang siapa yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Yesus menjawab pertanyaaan itu dengan menempatkan seorang anak kecil di tengah-tengah mereka. Untuk menjadi yang terbesar dalam Kerajaan Surga, pertama-tama orang terlebih dahulu harus bisa masuk ke sana, dan Yesus mensyaratkan bahwa yang dapat masuk dalam Kerajaan Surga adalah yang bertobat dan menjadi seperti anak kecil. Sama halnya dengan siapa yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Yesus kembali menegaskan bahwa yang terbesar dalam Kerajaan Surga adalah orang yang merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil.

Dengan demikian, untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga, kita harus bertobat dan menjadi seperti anak kecil. Bertobat berarti mengubah diri, meninggalkan dosa-dosa, dan berbalik kepada Allah. Setiap kali kita melakukan dosa, setiap kali juga kita harus berbalik kepada Allah. Kita harus belajar dari anak kecil yang dengan cepat menyesali kesalahan-kesalahan yang dilakukannya, dengan cepat pula memaafkan kesalahan orang lain terhadapnya. Seorang anak cepat berbalik penuh damai dan kegembiraan kepada semua orang, tanpa dendam atau sakit hati.

Kita pun diajak untuk merendahkan diri seperti anak kecil. Merendahkan diri berarti mengosongkan diri dan membiarkan Allah yang meraja atas diri kita. Kita diajak untuk mengakui ketergantungan kita kepada Allah, sama seperti seorang anak tergantung kepada orang tuanya. Yesus bersikap demikian kepada Bapa. Dia merendahkan diri dengan taat sampai mati di kayu salib.

Saudara-saudari sekalian, semoga dengan jalan kecil, sederhana, dan penuh cinta kita boleh menggapai kekudusan dan surga yang abadi.