Menjadi Orang Benar Itu Tidak Mudah

Kamis, 25 Oktober 2018 – Hari Biasa Pekan XXIX

424

Lukas 12:49-53

“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung! Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan. Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.”

***

“Lebih mudah menjadi orang yang baik daripada orang yang benar.” Ungkapan ini sering kali saya dengar, tentunya dari hasil perenungan orang-orang bijak. Menjadi orang yang baik dan orang yang benar merupakan usaha yang harus kita lakukan terus-menerus dalam kehidupan ini. Namun, terkadang memang terasa lebih mudah menjadi orang yang baik daripada mengambil posisi menjadi orang yang benar.

Yang dimaksud menjadi orang yang benar salah satunya adalah dengan sungguh-sungguh hidup sesuai dengan apa yang menjadi harapan Yesus. Di sinilah letak kesulitannya, sebab terkadang dari banyak perbuatan baik yang kita lakukan masih terselip agenda-agenda tersembunyi, misalnya keegoisan diri, kepentingan pribadi, pamrih, dan lain sebagainya. Intinya, perbuatan baik kita kadang-kadang tidak murni sungguh didasari oleh niat baik.

Ketika kita memilih untuk menjadi benar, yaitu dengan menaati perintah Yesus, tidak mau berkompromi dengan kejahatan, sering kali yang kita dapatkan adalah pertentangan. Kita justru dianggap sebagai pengganggu, disingkirkan karena dianggap bodoh, aneh, atau sok suci, tidak mau mengikuti arus zaman.

Hal itu diperingatkan oleh Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Yesus hadir menaburkan kebenaran, tetapi banyak orang justru menanggapi-Nya secara negatif. Penyebabnya adalah kebenaran yang dibawa oleh Yesus tersebut. Mereka yang bekerja sama dengan kejahatan, yang sudah lama bercokol dengan kemaksiatan merasa terusik karenanya. Warta dan kehadiran Yesus menggelisahkan dan membuat mereka tidak nyaman. Sebaliknya, bagi orang yang senantiasa hidup dalam kebenaran firman, kehadiran Yesus justru membuat mereka kuat dan tenang.

Karena itu, saudara-saudari sekalian, mari kita bertanya pada diri kita masing-masing: seberapa besar hati kita mudah menerima apa yang difirmankan Yesus? Apakan firman-firman Yesus sering tidak kita setujui dan membuat hati kita tidak tenang? Bisa jadi itu berarti jalan hidup yang kita tempuh keliru di hadapan Tuhan. Jangan-jangan hati kita mulai tumpul karena sudah terbiasa dengan ketidakjujuran, kemalasan, korupsi, dan ketidaksetiaan. Mari kita mengoreksi hal-hal buruk tersebut. Mari kita kembali kepada Tuhan dan dengan setia mendengarkan firman-firman-Nya.