Sebagai Pendatang dan Perantau (4)

210

Alkitab Ibrani dan penerimaan orang asing

Dalam Alkitab Ibrani (Perjanjian Lama) tersimpan contoh sangat tua dari mekanisme tersebut di atas. Menarik untuk dilihat bagaimana potensi ancaman, ketakutan, ataupun permusuhan yang destruktif antara umat Israel dan orang-orang asing (ger/gerim) yang datang tinggal di antara mereka dapat diolah menjadi suatu koeksistensi orang-orang yang saling menjaga dan memelihara. Di dunia Timur Tengah kuno ternyata ada banyak orang dan kelompok yang hidup sebagai orang asing di tengah bangsa lain.

Migrasi itu disebabkan terutama oleh kelaparan yang sering menimpa mereka (karena alasan itu, misalnya, keluarga Yakub harus berpindah ke Mesir, Kej. 47:4) atau sebagai akibat dari peperangan (ketika Asyur menaklukkan kerajaan Israel, banyak orang Israel dipindahkan ke Mesopotamia, tetapi ada juga yang mengungsi ke Yehuda). Migrasi saat itu juga berkaitan dengan cara hidup sebagai nomaden (Abraham, Ishak, dan Yakub dipandang sebagai orang asing yang mengembara di negeri orang lain; Kej. 12:10; 17:8; 26:3; 28:4; 32:5; 35:27; 36:7) atau disebabkan oleh pelarian karena tindakan kejahatan (Kej. 27:41-45) atau juga karena seorang Lewi menemukan tempat pelayanan baru (Hak. 17:7-9; 19:1, 16).

Dalam tradisi-tradisi terkuno suku-suku Israel, orang-orang dari bangsa lain tampaknya belum dapat menjadi bagian dari jemaat (kahal, Ul. 23:3-8 bila teks ini memang kuno), dan tidak dapat memiliki tanah warisan. Namun, mereka dapat memiliki dan menggembalakan kawanan hewan, dan juga diberi pekerjaan harian oleh raja-raja pertama (1Taw. 22:1; 2Taw. 2:17). Orang asing menerima perlindungan. Mereka tidak boleh ditindas, mengingat penindasan yang pernah dialami orang Israel sendiri di Mesir (Kel. 22:21; 23:9). Orang asing juga berhak menikmati istirahat Sabat (Kel. 23:12; 20:10).

(Bersambung)