Tuhan, Mengapa Engkau Mengasihi Mereka? (4)

Universalitas Kasih Allah dalam Kitab Yunus

105

Allah itu mahakuasa dan mengasihi semua orang

Kitab Yunus dibingkai dengan gambaran tentang Allah sebagaimana diyakini dan ingin diwartakan oleh penyusun kitab ini, yakni bahwa Dia itu mahakuasa (Yun. 1:1-2) dan pada saat yang sama maha pengasih (Yun. 4:10-11). Di bagian awal cerita, penegasan tentang kemahakuasaan Allah oleh penyusun dikemas dalam kisah pengutusan Yunus. Allah berfirman kepada Yunus, “Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku” (Yun. 1:2).

Dalam firman tersebut terkandung pesan bahwa Allah berkuasa atas seluruh bumi, atas setiap insan dan segenap bangsa yang ada di kolong langit. Karena itu, bukan hanya hidup orang Israel, hidup orang Niniwe pun berada di bawah pantauan-Nya. Menentang pandangan bahwa bangsa-bangsa memiliki dewa dan dewi mereka sendiri,[1] di sini digambarkan bahwa setiap insan harus mempertanggungjawabkan segala tingkah lakunya kepada YHWH, satu-satunya Allah yang benar. Demikianlah, kejahatan orang Niniwe tidak luput dari pengamatan Allah,[2] sehingga Ia pun bersiap-siap menjatuhkan hukuman kepada mereka. Diutus-Nya Yunus ke Niniwe dalam rangka menegur orang-orang jahat itu.

Namun, selain mahakuasa, Allah ternyata juga maha pengasih. Sebagaimana Ia berkuasa atas semua orang, kasih-Nya pun menjangkau setiap insan. Hal ini ditegaskan di bagian akhir kisah Yunus. Yunus kecewa berat karena Niniwe beserta segenap penghuninya tidak jadi “ditunggangbalikkan.” Bagaimana mungkin Allah pada akhirnya malah mengampuni mereka? Begitu marah Yunus kepada Allah sampai-sampai rasanya ia ingin mati saja (Yun. 4:3). Menanggapi kekecewaan Yunus, Allah mengajukan pertanyaan retorik, “Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?” (Yun. 4:11). Makna yang terkandung di dalamnya sangat jelas: orang Niniwe layak dikasihi, dan Allah memang sungguh-sungguh mengasihi mereka!

Pembuka dan penutup kitab Yunus dengan demikian menyiratkan bahwa segenap manusia berasal dari sumber yang sama (bdk. Kej. 1:27). Kita semua adalah ciptaan Allah, dan sebagai sang Pencipta, Allah mengasihi seluruh ciptaan-Nya tanpa pandang bulu, tanpa kecuali. Ia mengasihi orang Israel; Ia mengasihi juga orang Niniwe. Ia mengasihi orang miskin; Ia mengasihi juga orang kaya. Ia menyayangi orang benar; Ia menyayangi juga orang berdosa. Siapakah manusia, sehingga merasa berhak mengatur-atur Allah agar mengasihi yang ini dan membenci yang lain? Sebagai penguasa tertinggi, Allah berdaulat dan bebas secara mutlak melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Selain itu, mencintai setiap insan adalah konsekuensi logis dari karya penciptaan yang dilakukan Allah. Segala yang dijadikan Allah sungguh amat baik (bdk. Kej. 1:31). Bagaimana mungkin Allah tidak mengasihi hal-hal baik yang diciptakan-Nya? Bagaimana mungkin Allah membenci buah tangan-Nya sendiri?

(Bersambung)

[1] Groenen, Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama, 42. Bdk. 1Sam. 5:3-4.

[2] Kejahatan orang Niniwe bukan fokus kitab ini, sehingga tidak dijelaskan secara detail. Fokus kitab Yunus tidak lain Yunus sendiri. Karena itu, pembaca hendaknya memperhatikan segala sikap dan tingkah laku Yunus dengan sebaik-baiknya.