Keteladanan Maria

Sabtu, 8 Desember 2018 – Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda

887

Lukas 1:26-38

Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” Kata Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.

***

Setelah berkisah tentang Yohanes yang dikandung oleh seorang ibu yang mandul, Lukas langsung menceritakan kisah tentang Kristus yang dikandung seorang bunda perawan. Yang satu dikandung secara insani, meskipun sang ayah sudah tua; yang lain dikandung secara ilahi, tanpa partisipasi seorang laki-laki. Dua-duanya menegaskan inisiatif dan karya Allah. Namun, karya Allah yang paling besar dan unik adalah yang menyangkut Yesus. Ia adalah Anak Allah dan Raja Penyelamat.

Yesus adalah “Anak Allah Yang Mahatinggi,” sebuah gelar bagi Allah yang mengakar pada tradisi umat Israel. Dua kali hal ini ditegaskan untuk menyatakan bahwa Yesus lebih berkuasa dari para penguasa lainnya. Konon, Kaisar Agustus dan Raja Aleksander Agung juga bergelar “Anak Allah.” Keduanya dikatakan dikandung secara ilahi, sebab ibu mereka dihamili oleh para dewa secara misterius. Yesus jauh melebihi para penguasa hebat itu. Ia dikandung oleh seorang gadis yang masih perawan tanpa berhubungan badan dengan seorang manusia ataupun dewa. Sang ibu tetap perawan: sebelum, selama, dan setelah mengandung Dia.

Sebagaimana dahulu Allah menciptakan manusia pada hari keenam, sekarang Ia sendiri menjadi manusia pada bulan keenam. Kuasa dan daya penciptaan-Nya berkarya dalam dunia lewat seorang perempuan. Tuhan suka membuat kejutan: Ia tidak memilih ratu atau putri bangsawan di ibu kota. Ia memilih gadis desa pinggiran. Seperti biasa, Allah berkarya di luar pikiran dan perhitungan manusia. Dahulu di awal penciptaan, Roh Allah mengawali karya ciptaan dalam rahim ibu bumi yang “masih perawan,” demikian juga sekarang Allah mengawali ciptaan baru dan definitif dalam rahim Maria, sang perawan. Bukan hanya itu, Allah juga “menaungi” Maria dengan Roh-Nya: Ia sekarang hadir secara baru dan definitif dalam dunia, seperti dahulu Ia hadir di tengah umat-Nya dalam awan yang menaungi Kemah Pertemuan (Kel. 40:35).

Kehebatan sang Anak langsung berkaitan dengan keistimewaan sang bunda. Tidak ada seorang pun manusia yang mendapatkan keistimewaan seperti dia. Karena itu, Gabriel menyalami Maria sebagai “yang dikaruniai.” Maria layak bersukacita, sebab ia mendapat rahmat Allah yang tak terhingga dan tak terulang: mengandung dan melahirkan sang Raja yang akan memerintah selamanya. Maria, dengan demikian, menjadi model bagi saya dan Anda. Marilah kita sambut sang Bayi dengan sikap Maria: menjawab “ya” terhadap tawaran kasih Allah, memberi “daging” (wujud nyata) terhadap firman-Nya, dan “melahirkan” sang Anak dalam sikap dan tindakan nyata.