Natal: Pulang Kembali

Selasa, 25 Desember 2018 – Hari Raya Natal

216

Lukas 2:15-20

Setelah malaikat-malaikat itu meninggalkan mereka dan kembali ke sorga, gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: “Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.” Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan. Dan ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya. Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka.

***

Natal di dalam setiap kebudayaan berarti pulang ke rumah: berkumpul dengan handai tolan, makan bersama, dan menikmati liburan dengan keluarga. Natal menjadi ekspresi kehangatan bagi kita semua. Kehangatan adalah kondisi yang dibutuhkan oleh setiap manusia, bukan sesuatu yang dingin ataupun panas.

Momen Natal dengan demikian juga menumbuhkan kesadaran kita untuk kembali kepada akar diri kita. Kita diajak untuk pulang, kembali ke kampung halaman kita untuk berjumpa dengan orang tua, menghirup lagi aroma masa kecil, menyantap kembali makanan seperti di masa lalu. We come back to our basic and our root.

Ketika saat melahirkan sudah hampir tiba, Maria dan Yusuf ternyata harus kembali ke kampung halaman mereka untuk mengikuti sensus penduduk. Tentunya hal ini mendatangkan banyak kesulitan bagi pasangan suami istri tersebut. Kesulitan terutama dirasakan oleh Maria karena harus menempuh perjalanan panjang pada saat dirinya hamil tua. Natal pertama tidaklah seindah sebagaimana yang sekarang dibayangkan oleh kita semua. Kondisi yang dihadapi begitu berat dan penuh beban, tetapi Maria dan Yusuf mampu melewatinya dengan sukacita.

Dalam refleksi saya, kisah Natal tersebut mengajarkan banyak hal. Pertama, Natal adalah kisah Allah dalam diri Yesus yang berinkarnasi. Ia datang tepat pada akar kebutuhan dasar manusia, yaitu keluarga. Kedua, akar yang mendasar ini hanya bisa dirasakan saat diri kita merasa “pulang.” Ketiga, momen Natal adalah momen “kepulangan” diri kita kepada misteri Allah yang mengajak kita untuk berjumpa dengan-Nya. Kita diajak untuk melihat proses “pulang” yang sebenarnya amat sederhana, yaitu seperti yang dilakukan oleh Keluarga Kudus. Niat dan ketulusan untuk “pulang” adalah modal utamanya.

Saudara-saudari sekalian, Natal adalah panggilan bagi kita untuk “pulang.” Mari bersama-sama menyaksikan drama inkarnasi, yang dengan cara sederhana mengajarkan kepada kita untuk menjadi diri kita yang sejati. Kita diajak untuk “pulang” kembali kepada kasih Allah.