Menjadi Sesama yang Baik

Jumat, 18 Januari 2019 – Hari Biasa Pekan I

163

Markus 2:1-12

Kemudian, sesudah lewat beberapa hari, waktu Yesus datang lagi ke Kapernaum, tersiarlah kabar, bahwa Ia ada di rumah. Maka datanglah orang-orang berkerumun sehingga tidak ada lagi tempat, bahkan di muka pintu pun tidak. Sementara Ia memberitakan firman kepada mereka, ada orang-orang datang membawa kepada-Nya seorang lumpuh, digotong oleh empat orang. Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepada-Nya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!” Tetapi di situ ada juga duduk beberapa ahli Taurat, mereka berpikir dalam hatinya: “Mengapa orang ini berkata begitu? Ia menghujat Allah. Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?” Tetapi Yesus segera mengetahui dalam hati-Nya, bahwa mereka berpikir demikian, lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu berpikir begitu dalam hatimu? Manakah lebih mudah, mengatakan kepada orang lumpuh ini: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalan? Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” — berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu –: “Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” Dan orang itu pun bangun, segera mengangkat tempat tidurnya dan pergi ke luar di hadapan orang-orang itu, sehingga mereka semua takjub lalu memuliakan Allah, katanya: “Yang begini belum pernah kita lihat.”

***

Bacaan Injil hari ini (Mrk. 2:1-12) menandai dimulainya konflik antara Yesus dan tokoh-tokoh agama Yahudi. Perkataan yang diucapkan Yesus sebelum menyembuhkan orang lumpuh membuat para ahli Taurat merasa tidak senang dan tersinggung. Bagaimanapun kisah penyembuhan ajaib yang dilakukan Yesus kali ini sangat terkenal karena menampilkan adegan yang unik dan menggegerkan: beberapa orang nekat membongkar atap rumah demi mengantarkan si orang lumpuh ke hadapan Yesus.

Peristiwanya terjadi di Kapernaum. Yesus kembali datang ke kota ini, sehingga kegemparan kembali terjadi di sana. Di sebuah rumah, warga setempat mengerumuni Yesus dengan antusias. Orang begitu banyak, sehingga tidak ada tempat yang lowong sedikit pun. Kepada mereka, Yesus dikatakan memberitakan firman.

Kehadiran Yesus menjadi angin segar bagi orang-orang yang menderita, salah satunya seseorang yang mengalami kelumpuhan. Orang ini begitu mendambakan kesembuhan, tetapi ia dalam kondisi tidak berdaya. Ia memiliki banyak keterbatasan, sehingga untuk sampai kepada Yesus, ia sungguh membutuhkan bantuan orang lain, yang disebut “sesama.”

Namun, sesama ternyata tidak selalu seindah kedengarannya. Ada sesama yang penuh perhatian, peduli pada orang lain yang membutuhkan, tetapi ada lebih banyak sesama yang bersikap masa bodoh terhadap penderitaan yang terjadi di sekitarnya. Si lumpuh di sini mengalami hal yang sama. Di satu sisi, sejumlah orang menolong dia dengan penuh semangat, mengantarnya ke hadapan Yesus dengan segala cara, yang tidak masuk akal sekalipun. Di sisi lain, banyak orang menghalangi perjuangannya untuk memperoleh keselamatan.

Kerumunan orang di sekeliling Yesus adalah penghalang yang pertama. Mereka menutup akses jalan baginya untuk sampai kepada Yesus. Apakah mereka tidak melihat orang lumpuh itu? Mungkin waktu itu yang mereka pentingkan adalah posisi strategis agar bisa melihat dan mendengarkan Yesus. Untuk itu mereka berdesak-desakan, tidak peduli bahwa di situ ada orang lumpuh yang membutuhkan kesembuhan.

Ahli-ahli Taurat sama saja. Mereka adalah sesama yang menghalangi perjuangan si orang lumpuh. Orang-orang saleh ini bahkan tidak peduli apakah ia sembuh atau tidak. Yang penting bagi mereka, Yesus telah melanggar aturan dan ajaran agama. “Peraturan harus ditegakkan,” demikian pikir para ahli Taurat. Nasib si lumpuh? Itu bukan urusan mereka.

Pesan perikop ini bagi kita: janganlah menjadi sesama yang mencelakakan orang lain. Sebaliknya, jadilah sesama seperti orang-orang yang menggotong orang lumpuh itu. Mereka begitu bersemangat membantu dia, pantang menyerah melakukan segala cara agar ia dapat bertemu langsung dengan Yesus. Iman dan perjuangan orang-orang ini turut andil dalam kesembuhan si lumpuh. Ternyata, iman seseorang dapat menghadirkan keselamatan bagi orang lain.