Tekun dan Tumbuh

Jumat, 1 Februari 2019 – Hari Biasa Pekan III

474

Markus 4:26-34

Lalu kata Yesus: “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba.”

Kata-Nya lagi: “Dengan apa hendak kita membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah hendaknya kita menggambarkannya? Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil dari pada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar dari pada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya.”

Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri.

***

Injil hari ini menerangkan bahwa Kerajaan Allah itu bertumbuh dan berkembang secara misterius. Dengan mengambil perumpamaan tentang benih di tanah, Yesus menggambarkan adanya pertumbuhan yang tidak pernah diketahui oleh manusia kapan secara tepat waktu terjadinya. Demikianlah, ketepatan waktu pertumbuhan adalah urusan Allah, sedangkan manusia bertugas untuk mengambil bagian dalam ketekunan merawat sebagaimana mestinya.

Dari situ semoga kita paham tentang peran kita sebagai pewarta. Pewartaan merupakan tanggung jawab dan kewajiban kita. Kita diminta untuk mencari mereka-mereka yang “hilang” dan mempersembahkannya dalam prakarsa Allah. Untuk itu, kita patut bersyukur kepada para misionaris zaman dulu yang begitu gigih memperjuangkan pewartaan demi semakin luasnya Kerajaan Allah.

Mekanisme semacam itu juga turut memperkuat iman kita. Artinya, kita sebagai pewarta diajak untuk semakin berpegang pada kuat kuasa Allah. Mungkin ada kalanya kita merasa kurang mampu menguasai situasi, atau bahkan mengalami penolakan dalam menjalankan tugas sebagai pewarta, entah itu melalui kesaksian hidup, pemberian nasihat rohani, atau tindakan kasih kepada orang banyak. Jika itu terjadi, yang seharusnya kita lakukan adalah membiarkan Allah bekerja. Tidak semua hal di dunia ini bisa kita ubah. Ada hal-hal yang memang sulit, sehingga kekuatan manusiawi tidaklah mampu mengatasinya. Yang pasti, akan selalu ada pertumbuhan jika sudah ada penanaman benih dan perawatan sebagaimana mestinya.

Bacaan pertama (Ibr. 10:32-39) mengajak kita merenungkan tentang upah yang kita terima jika sudah “bekerja” sebagai pewarta yang baik. Kita akan mendapatkan harta yang tidak dapat binasa. Bukan berwujud materi, pujian, ataupun penghargaan tertentu, harta yang dimaksud adalah keselamatan. Bukankah keselamatan merupakan janji Allah bagi setiap manusia?

Pertumbuhan dan ketekunan, itulah dua keutamaan yang bisa kita pelajari dari Injil hari ini. Jika ada ketekunan, niscaya ada pertumbuhan. Jika ada pertumbuhan, maka pasti ada ketekunan. Barangsiapa tekun, dia akan mendapatkan keberhasilan yang diinginkannya. Saya masih ingat dengan beberapa teman frater saat kami masih kuliah dulu, yang mana mereka mudah sekali mendapatkan Indeks Prestasi (IP) 4 dalam tiap semesternya. Mereka bukanlah golongan orang yang pandai, tetapi mereka itu orang-orang yang tekun. Mereka belajar setiap hari, mencatat bahan kuliah dan rajin mengulangi materi kuliah. Itulah bentuk ketekunan yang mereka buat, sehingga mendapatkan IP 4 secara sempurna. Orang bisa cerdas, pandai, dan bijak kalau saja mereka mau bertekun.

Seperti itulah hidup iman kita. Ketekunan sebagai umat sekaligus pewarta sungguh menjadi kebutuhan pokok kita. Surat kepada Orang Ibrani menasihati, “Kamu sungguh memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu.” Maka, mari kita bangun ketekunan iman dalam diri kita, agar kita benar-benar menjadi pribadi beriman yang tangguh, berbuah, dan berharga. Kita harus tekun demi pertumbuhan yang sesuai dengan harapan Allah. Kiranya ketekunan hidup iman kita diperhatikan oleh Allah, sehingga pada akhirnya kita boleh berpartisipasi dalam mengembangkan Kerajaan Allah.