Rendah Hati di Hadapan Allah

Minggu, 17 Februari 2019 – Hari Minggu Biasa VI

250

Lukas 6:17, 20-26

Lalu Ia turun dengan mereka dan berhenti pada suatu tempat yang datar: di situ berkumpul sejumlah besar dari murid-murid-Nya dan banyak orang lain yang datang dari seluruh Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon.

Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di surga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi. Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.”

***

Bersyukur di hadapan Tuhan karena begitu banyak kemudahan yang dialami merupakan sikap rendah hati. Pribadi yang demikian menyadari dengan sungguh akan kerapuhan diri yang tidak dapat mengerjakan sesuatu tanpa penyertaan Tuhan. Pribadi yang demikian adalah pribadi yang rendah hati. Meski sadar akan kemampuan diri, tetapi ia mengakui bahwa selalu ada campur tangan Tuhan di balik setiap usaha, kelancaran, dan keberhasilan yang dilakukan dan dicapainya. Bahkan ia berani berkata bahwa semuanya itu terjadi hanya berkat kebaikan Tuhan! Yang ia lakukan hanyalah melakukan apa yang dikehendaki Tuhan dengan sepenuh hati, riang gembira, dan tulus.

Yesus hari ini bersabda, “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.” Sabda ini bermaksud mendorong kita semua – orang-orang yang beriman kepada Allah – untuk mengakui keagungan-Nya. Yesus dengan ini mengajak kita untuk belajar rendah hati dan merendahkan diri. Sebagai orang yang miskin, mendapatkan pertolongan adalah sesuatu yang luar biasa, apalagi pertolongan itu berasal Tuhan. Kepada Tuhan, segala harapan diri dapat dipercayakan.

Pertolongan Tuhan menjadi sangat berarti karena kita menempatkan Allah sebagai yang utama dalam seluruh pergulatan diri dan hidup kita. Inilah keyakinan kita sebagai seorang kristiani. Keyakinan ini harus terus-menerus diperkembangkan, agar Allah sungguh-sungguh menjadi tumpuan harapan kita satu-satunya. Kualitas hidup rohani kita dapat diukur salah satunya dengan melihat seberapa besar Allah menjadi harapan kita.

Saudara-saudari sekalian, mari kita renungkan: apakah Allah sudah benar-benar menjadi sumber pengharapan kita? Sudahkah Allah yang hadir dalam diri Yesus sungguh menjadi andalan hidup kita? Sudahkah Dia kita beri tempat dalam perjalanan dan pergulatan hidup kita? Sebagai pribadi yang menempatkan harapan hidup kepada Allah, kiranya kita semua mengalami sukacita yang besar, hidup yang terberkati secara melimpah, dan rasa syukur yang mengalir setiap saat. Semoga demikian.