Hidup dalam Ketenangan

Selasa, 19 Maret 2019 – Hari Raya Santo Yusuf, Suami Santa Perawan Maria

174

Matius 1:16, 18-21, 24a

Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus.

Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami istri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama istrinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.”

Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya.

***

Pada Hari Raya Santo Yusuf ini, saya mengajak kita semua untuk merenungkan sosok Yusuf. Dalam Kitab Suci, Yusuf tidak banyak tampil. Meskipun demikian, peranan Yusuf dalam karya penyelamatan yang dikerjakan Allah sangat besar. Ia adalah pribadi yang sederhana, tulus, sosok yang dapat dijadikan teladan orang beriman.

Keteladanan Yusuf yang lain adalah sikapnya yang pandai menjaga hati. Mula-mula ia terkejut ketika mengetahui bahwa Maria, tunangannya, telah mengandung. Karena menjaga hati, ia tidak mewartakan situasi Maria itu kepada yang lain. Tujuannya adalah agar Maria tidak dicemarkan. Ia berpikir untuk meninggalkan Maria secara diam-diam. Akan tetapi, dalam mimpi, dalam suasana hening dan tenang, malaikat Tuhan hadir di hadapannya dan menyarankan Yusuf untuk tetap mengambil Maria sebagai istrinya.

Marilah belajar dari Santo Yusuf. Walaupun menghadapi persoalan yang sangat berat, ia tetap bisa tidur. Ini adalah tanda bahwa Yusuf punya hati yang tenang. Terbukti, dalam keheningan tidurnya, ia mendapat pernyataan kehendak Allah melalui malaikat, “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.”

Pengalaman rohani Santo Yusuf itu mengajarkan kepada kita betapa kita perlu memiliki kekuatan batin untuk menghadapi segala masalah, tantangan, dan kesulitan dalam hidup maupun karya kita. Kita perlu mengambil waktu untuk beristirahat, waktu untuk tenang, waktu untuk berdiam diri. Kita harus bisa “tidur secara rohani,” yakni masuk ke dalam ketenangan dan keheningan agar hati kita terbuka kepada Allah dan segala kehendak-Nya.

Memang kita punya banyak pekerjaan yang penting dan mendesak, pekerjaan-pekerjaan yang harus kita tangani. Namun hendaklah kita ingat bahwa pekerjaan adalah “milik” Allah. Tugas-tugas itu berasal dari-Nya dan dipercayakan kepada kita. Artinya, kita selalu perlu membuka diri bagi-Nya, selalu perlu memberi kesempatan bagi Allah untuk berbicara kepada kita tentang pekerjaan-pekerjaan itu. Santo Yusuf tidak melihat masalah hanya dalam sisi pikirannya sendiri. Pengalamannya itu mengajarkan kita untuk melihat pekerjaan dari sisi Allah. Ini karena kita semua dipanggil Allah masuk dalam “proyek-Nya.”

Karena itu, marilah kita hidup dengan penuh semangat. Ketika menghadapi kesulitan, jangan sampai kita mudah putus asa! Pada zaman yang penuh tantangan ini, kita mesti mempunyai daya tahan yang kuat. Kita harus memiliki hati yang kokoh tak terkalahkan. Batin yang jernih dan hati yang kuat akan membuat kita tenang manakala masalah datang. Orang yang mempunyai daya tahan yang kuat akan melihat kesulitan sebagai peluang terjadinya sesuatu yang baru, sesuatu yang lebih baik. Kesulitan dan masalah adalah justru peluang untuk semakin memuliakan Tuhan!