Panduan Moral dalam Taurat

Rabu, 27 Maret 2019 – Hari Biasa Pekan III Prapaskah

392

Matius 5:17-19

“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga.”

***

Taurat adalah kebanggaan bangsa Yahudi, membedakan bangsa Yahudi dari bangsa-bangsa lain di sekitarnya. Di dalam Taurat tercakup aneka kebijaksanaan yang mengatur relasi bangsa Yahudi dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dan dengan sesama.

Seluruh Kitab Suci bangsa Yahudi, termasuk Taurat Musa, diterima juga sebagai Kitab Suci kita, orang kristiani. Melalui Taurat, kita bisa mengenal dengan baik sejarah keselamatan bangsa Yahudi dan rencana keselamatan Tuhan bagi semua manusia. Kendati menerima Taurat sebagai Kitab Suci, orang Kristen tidak mempraktikkan aneka aturan Taurat, seperti aturan tentang makanan halal dan haram (Im. 11), tentang kesucian ritual (Im. 12 – 15), tentang kurban persembahan, termasuk tentang persepuluhan (Ul. 13:22-29). Dalam sidang para rasul di Yerusalem bahkan ditegaskan bahwa sunat tidak lagi mengikat para pengikut Kristus (Kis. 15:28-29).

Akan tetapi, dalam Injil hari ini Yesus bersabda, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Bagaimana sabda Yesus ini bisa kita pahami dengan baik?

Dalam hal ini, kita melihat bahwa Yesus adalah seorang Yahudi yang taat, namun Dia juga menunjukkan maksud asli Kitab Suci. Ketika orang Yahudi menanyakan hak suami untuk menceraikan istrinya, Yesus mengembalikannya pada maksud awal Tuhan tentang perkawinan (Mat. 19:8). Dalam rangkaian khotbah di bukit, Yesus juga mengajarkan hal yang baru dari ajaran Taurat, “Kamu telah mendengar (dalam Taurat) … tetapi Aku berkata kepadamu…” (Mat. 5:21-44). Dalam hal ini, Yesus tidak meniadakan Taurat, melainkan justru menarik aturan itu sampai pada akarnya, sehingga orang dicegah dari awal agar tidak jatuh dalam dosa.

Yesus sungguh telah menggenapi aneka aturan tentang kurban persembahan dan penebus dosa dalam Perjanjian Lama dengan kematian-Nya di kayu salib. Sementara itu, Ia menegaskan bahwa aturan Taurat berkaitan dengan kasih kepada Tuhan dan sesama yang dirinci dalam sepuluh perintah Allah tetap berlaku (bdk. Mat. 19:18-19). Di sisi lain, Paulus menggarisbawahi fungsi Taurat dan tulisan para nabi, “Segala tulisan yang diilhamkan oleh Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2Tim. 3:16).

Biasanya aturan Taurat dibedakan antara aturan ritual, aturan sipil, dan aturan moral. Dua yang pertama sudah tidak berlaku bagi orang Kristen, sementara aturan moral – seperti sepuluh perintah Allah – tetap mengikat, bahkan Yesus memperdalamnya sampai ke akar-akarnya. Karena itu, dalam Masa Prapaskah ini, kita diajak untuk lebih menyimak lagi panduan hidup bermoral yang Tuhan berikan melalui Taurat. Kita juga diajak untuk melihat diri sejauh mana kita sudah mewujudkan hidup yang penuh kasih seturut ajaran dan teladan Kristus sendiri.