Misteri Kematian

Senin, 8 April 2019 – Hari Biasa Pekan V Prapaskah

164

Yohanes 11:3-7, 17, 20-27, 33b-45

Dan Lazarus yang sakit itu adalah saudaranya. Kedua perempuan itu mengirim kabar kepada Yesus: “Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit.” Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: “Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan.” Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya dan Lazarus. Namun setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada; tetapi sesudah itu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Mari kita kembali lagi ke Yudea.”

Maka ketika Yesus tiba, didapati-Nya Lazarus telah empat hari berbaring di dalam kubur.

Ketika Marta mendengar, bahwa Yesus datang, ia pergi mendapatkan-Nya. Tetapi Maria tinggal di rumah. Maka kata Marta kepada Yesus: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati. Tetapi sekarang pun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya.” Kata Yesus kepada Marta: “Saudaramu akan bangkit.” Kata Marta kepada-Nya: “Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman.” Jawab Yesus: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?” Jawab Marta: “Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia.”

Ia sangat terharu dan berkata: “Di manakah dia kamu baringkan?” Jawab mereka: “Tuhan, marilah dan lihatlah!” Maka menangislah Yesus. Kata orang-orang Yahudi: “Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!” Tetapi beberapa orang di antaranya berkata: “Ia yang memelekkan mata orang buta, tidak sanggupkah Ia bertindak, sehingga orang ini tidak mati?” Maka masygullah pula hati Yesus, lalu Ia pergi ke kubur itu. Kubur itu adalah sebuah gua yang ditutup dengan batu. Kata Yesus: “Angkat batu itu!” Marta, saudara orang yang meninggal itu, berkata kepada-Nya: “Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati.” Jawab Yesus: “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?” Maka mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: “Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku. Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: “Lazarus, marilah ke luar!” Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: “Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi.” Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepada-Nya.

***

Masyarakat kita sering kali mengaitkan warna-warna tertentu dengan kematian. Di beberapa daerah, bendera kematian berwarna putih, di tempat lain digunakan bendera warna kuning. Para pelayat biasanya memakai pakaian hitam, tetapi ada juga tradisi yang menggunakan pakaian warna putih saat berduka karena melambangkan kebahagiaan dan kemakmuran di dunia berikutnya.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus pergi ke rumah sahabat-Nya, yakni Marta, Maria, dan Lazarus. Di tengah jalan, Ia sudah tahu bahwa Lazarus sakit. Ketika Ia tiba, Lazarus telah empat hari meninggal. Ia menangis ketika melihat Marta dan Maria menangis. Namun, kiranya Yesus juga menangis karena Marta berkata kepada-Nya, “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” Pernyataan ini menunjukkan kegagalan Marta untuk percaya dan beriman kepada Tuhan.

Kematian bagi banyak orang terasa begitu menakutkan. Namun, kematian sesungguhnya adalah jalan menuju kehidupan kekal. Itulah keyakinan kita dan yang diberitakan Injil kepada kita hari ini. Kita tidak merayakan kematian, kita merayakan kehidupan. Bahkan dalam misa pemakaman, di situ yang kita rayakan adalah kehidupan, bukan kematian.

Akan tetapi, apa itu kematian? Secara biologis dan medis, kematian adalah saat di mana semua fungsi otak berhenti dan semua sel-sel tubuh tidak lagi melakukan proses regenerasi. Secara tradisional, kematian dipahami sebagai terpisahnya tubuh dengan jiwa. Inilah saat perpisahan dengan dunia, termasuk dengan keluarga, teman, dan orang-orang tersayang.  Kematian adalah peristiwa di mana manusia hanya bisa secara pasif menerima dan sama sekali tidak bisa dikendalikan. Secara biblis, kematian adalah konsekuensi dari dosa (Kej. 2 – 3; Rm. 5:12-14; 3:21; 6:23).

Karena itu, ketika berhadapan dengan sahabat-sahabat-Nya yang berduka, Yesus meneguhkan mereka dengan berkata, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.” Dengan kata lain, kita harus mati untuk memiliki kehidupan. Kita harus mati bagi dosa-dosa kita agar diampuni. Kita harus mati bagi kejahatan kita agar menjadi orang yang baik dan bertanggung jawab. Kita harus mati bagi kemarahan dan kebencian kita agar hubungan kita dengan orang lain menjadi lebih baik.

Kematian adalah pengorbanan. Kematian adalah pertobatan. Kematian adalah perubahan. Seperti Santo Fransiskus Asisi, kita diajak untuk menyebut kematian sebagai Saudari Maut Badani, sehingga berani menyambutnya dengan penuh sukacita.