Kekuatan Duniawi Melawan Kekuatan Ilahi

Jumat, 19 April 2019 – Hari Jumat Agung

384

Ibrani 4:14-16, 5:7-9

Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.

Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.

***

Catatan redaksi: mengingat bacaan Injil yang sangat panjang (Yoh. 18:1 – 19:42), yang dicantumkan di atas adalah teks bacaan kedua (Ibr. 4:14-16; 5:7-9). Meskipun demikian, yang dibahas dalam renungan di bawah ini tetaplah bacaan Injil.

Salah satu hal menarik dalam kisah sengsara menurut Injil Yohanes adalah bagaimana sang penginjil menggambarkan Yesus. Yohanes sejak awal Injilnya sudah menampilkan Yesus sebagai seorang raja yang berkuasa, termasuk ketika menjalani kesengsaraan-Nya. Tampak sekali sejak awal penangkapan-Nya di Taman Getsemani sampai nanti saat dimakamkan, Yesus ditampilkan sebagai pribadi yang berkuasa, yang mengendalikan keseluruhan alur cerita.

Misalnya ketika orang-orang berkata bahwa yang mereka cari adalah Yesus dari Nazaret dan Yesus menjawab, “Akulah Dia,” orang-orang itu seketika mundur dan jatuh ke tanah. Dalam dialog dengan Pilatus, meskipun yang sedang dihakimi adalah Yesus, tampak bahwa sesungguhnya Yesuslah yang menginterogasi Pilatus.

Dimensi lain dari kisah sengsara Yesus adalah pertempuran antara kekerasan melawan tindakan kasih. Yesus dikelilingi oleh tindak kekerasan, mulai dari persenjataan, prajurit, tamparan, siksaan, hujatan, kursi pengadilan, fitnah, sampai hukuman mati. Namun, menghadapi kekerasan seperti itu, Yesus tidak melawan dengan kekerasan. Yesus bahkan mencegah Petrus agar tidak menggunakan kekerasan ketika diri-Nya ditangkap. Di sinilah berhadap-hadapan kekuasaan sekuler yang diwakili oleh Pilatus, penjajah Romawi, yang bergabung dengan kekuasaan agama yang diwakili oleh para imam kepala, dengan kekuatan ilahi yang ditampilkan dalam diri Yesus. Dua kekuatan pertama tidak bisa mengalahkan kekuatan ilahi yang meraja secara tersembunyi dan baru menampakkan sinarnya dalam kebangkitan Yesus.