Menggali Makna Iman

Kamis, 25 April 2019 – Hari Kamis dalam Oktaf Paskah

305

Lukas 24:35-48

Lalu kedua orang itu pun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti.

Dan sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: “Damai sejahtera bagi kamu!” Mereka terkejut dan takut dan menyangka bahwa mereka melihat hantu. Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu? Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku.” Sambil berkata demikian, Ia memperlihatkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka. Dan ketika mereka belum percaya karena girangnya dan masih heran, berkatalah Ia kepada mereka: “Adakah padamu makanan di sini?” Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng. Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka.

Ia berkata kepada mereka: “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.” Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. Kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini.”

***

Berita gembira tentang kebangkitan pasti tidak langsung dipercaya, apalagi jika pembawa berita itu kaum perempuan. Persis itulah yang diceritakan oleh Lukas. Sebelum adegan ini, para murid sudah menepis berita dari para perempuan sebagai omong kosong, atau lebih tepat, sebagai berita yang tidak masuk akal (Luk. 24:11). Sekarang, Yesus yang sudah hadir di tengah mereka pun tetap saja belum dipercaya. Suasana hati mereka bercampur baur antara girang dan masih heran. Entahlah mana yang dominan! Lukas dengan ini tampaknya ingin mengajar kita tentang apa itu iman.

Pertama, beriman berarti berani melampaui kepastian otak. Mengapa? Sebab, keraguan pasti selalu ada. Keraguan bahkan menjadi bagian hakiki dari pengembaraan iman. Para murid harus berani membuat lompatan: percaya kendati bimbang. Iman selalu penuh ketegangan: antara percaya dan tidak, antara hasrat akan kepastian dan penyerahan diri, antara pengembaraan akal dan ketaatan budi serta kehendak. Para murid memperagakan pencarian dan pergumulan itu. Meragu itu perlu, tidak perlu malu!

Kedua, iman bukan hanya upaya kita. Upaya kita sering kali tidak berdaya. Hanya Tuhan yang mampu mendorong kita untuk membuat lompatan iman. Dalam cerita ini, Yesus mengerahkan segala cara untuk membuat para murid-Nya percaya bahwa kebangkitan itu nyata. Yang pertama, dengan sapaan-Nya. Sementara para murid bercakap dan berdiskusi, Yesus menginterupsi, “Damai sejahtera bagi kamu!” Eirene atau shalom adalah buah kebangkitan yang dapat mengusir kebingungan, kegalauan, dan ketakutan. Yang kedua, dengan kehadiran fisik-Nya. Yesus datang dan berdiri di tengah-tengah mereka. Ia hadir secara nyata. Yesus ingin sekali kehadiran-Nya yang nyata itu sungguh-sungguh dirasakan. Karena itu, mereka diundang untuk “melihat” dan “meraba” diri-Nya. Dengan itu, fakta kebangkitan ditegaskan, sekaligus ditegaskan bahwa iman bukanlah khayalan belaka. Beriman berarti mengalami kehadiran Tuhan dalam keseharian hidup yang nyata. Yang ketiga, dengan makan. Makan selalu menjadi ajang pewahyuan. Makan “di depan mata mereka” membuktikan bahwa Yesus hidup secara nyata dan jasmaniah. Yang keempat, dengan menjelaskan Kitab Suci. Iman akan kebangkitan hanya dapat dipahami dalam terang Alkitab. Peristiwa Yesus adalah peristiwa penggenapan: semua yang dikatakan tentang Dia harus digenapi.

Ketiga, iman selalu juga berarti penugasan. Terlalu sering orang melihat iman sebagai urusan dan konsumsi pribadi saja. Padahal, beriman selalu berarti juga bersaksi. Semua murid, dahulu dan kini, dipanggil untuk bersaksi tentang Tuhan yang wafat dan telah bangkit. Itulah berita gembira bagi dunia. Mengapa? Karena kebangkitan Tuhan menyapa dan berdampak bagi semua orang. Dengan kebangkitan Kristus, ajakan pertobatan menjadi berita gembira, sebab pengampunan disediakan-Nya secara berlimpah.