Kami Tidak Akan Pergi

Sabtu, 11 Mei 2019 – Hari Biasa Pekan III Paskah

278

Yohanes 6:60-69

Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka: “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada? Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup. Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya.” Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia. Lalu Ia berkata: “Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.” Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.

Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Jawab Simon Petrus kepada-Nya: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”

***

Bacaan Injil yang kita dengar hari ini agaknya berlatar belakang kondisi jemaat Yohanes yang saat itu sedang terancam perpecahan. Sejumlah anggota jemaat tidak memahami ajaran dan perkataan-perkataan Yesus, sehingga memilih untuk mengundurkan diri dan membuang iman mereka jauh-jauh.

Hal yang sama kiranya sering juga kita temui sekarang ini. Umat bingung memahami pribadi Yesus dan ajaran-ajaran-Nya, sehingga timbul kebingungan. Muncullah kemudian pertanyaan-pertanyaan seperti: Allah itu satu atau tiga? Bagaimana mungkin Yesus disebut Anak Allah, apakah Allah punya anak? Mengapa Anak Allah bisa mati dibunuh, bukankah itu tanda kekalahan? Sering hal itu ditanyakan oleh orang-orang yang ingin melemahkan iman umat, dan banyak kali mereka berhasil. Ada umat yang lalu menganggap imannya tidak masuk akal dan meninggalkannya.

Menghadapi ajaran dan perkataan Yesus yang keras dan sulit dimengerti, penulis Injil Yohanes mengajak kita untuk rela membuka diri pada bimbingan Roh. Renungkanlah perkataan Yesus baik-baik, gulatilah dengan sepenuh hati di bawah bimbingan Roh Kudus. Proses ini mesti dijalani dan kiranya akan semakin memperteguh iman kita kepada-Nya. Sejumlah orang maunya cepat dan instan. Mereka menuntut orang lain memberikan penjelasan tentang hal-hal sulit itu. Para imam, misalnya, mereka “paksa” untuk menjelaskan tentang Allah Tritunggal. Jawaban yang tidak memuaskan akan membuat mereka kecewa. Hendaknya kita tidak bersikap seperti itu. Lakukan pencarian pribadi, dan temukan jawaban kita sendiri!

Satu hal lagi. Bila kita sudah mengerahkan seluruh kemampuan hati dan akal budi, tetapi jawaban tidak juga kunjung ditemukan, mari berbesar hati. Tidak semua pertanyaan ada jawabannya. Berilah tempat pada misteri Allah. Dia itu mahabesar, lagi mahasempurna. Akal budi kita tidak akan mampu menyingkap keseluruhan misteri Allah. Bersabarlah sampai saatnya tiba.

Penganiayaan dan ajaran yang keras adalah dua alasan yang membuat sejumlah murid meninggalkan Yesus. Terus terang, alasan untuk meninggalkan Yesus sebenarnya ada banyak. Bagaimana dengan kita? Semoga yang kita temukan bukanlah alasan untuk meninggalkan Dia, melainkan alasan untuk senantiasa bersama-Nya. Temukan itu dan peganglah teguh, sehingga menjawab tantangan Yesus, kita bisa berkata seperti Petrus, “Tuhan, kepada siapa kami akan pergi?”