Asal Usul Wibawa

Kamis, 13 Juni 2019 – Peringatan Wajib Santo Antonius dari Padua

337

Matius 5:20-26

“Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.

Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.

Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.

Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar utangmu sampai lunas.”

***

Dari mana datangnya wibawa seseorang? Mengapa Santo Antonius bisa menjadi orang yang sangat berwibawa dalam berkhotbah? Bahkan Paus Gregorius merasa kagum ketika mendengarkan khotbah Antonius sehingga memberinya gelar “ahli Kitab Suci,” mengingat khotbah Antonius memang senantiasa bernapaskan ayat-ayat Kitab Suci. Pengajaran Antonius dipenuhi semangat cinta kepada Tuhan dan sesama. Banyak penganut aliran sesat bertobat dan kembali kepada Kristus oleh karena pesona khotbah-khotbahnya.

Antonius tampaknya mengikuti jejak sang Guru, yang juga seorang pengkhotbah ulung. Hal itu tampak dalam bacaan Injil hari ini yang berkisah tentang khotbah di bukit. Di atas sebuah bukit, Yesus berseru, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.” Ahli Tarurat adalah ahli Kitab Suci. Mereka pasti mumpuni dalam hal menafsirkan isi Kitab Suci. Demikian juga orang Farisi. Mereka adalah suatu golongan dari para rabi Yahudi yang sangat berpengaruh. Mereka berpegang pada Taurat Musa dan pada adat istiadat nenek moyang. Seluruh hukum dan peraturan mereka taati secara mutlak.

Akan tetapi, mengapa dalam bacaan Injil hari ini Yesus menjadikan orang-orang itu contoh negatif? Bukankah mereka berasal dari strata keagamaan yang tinggi? Bukankah mereka adalah orang-orang berwibawa yang disegani dan menjadi teladan bagi masyarakat Yahudi?

Ternyata wibawa tidak ditentukan oleh kedudukan dan penguasaan ilmu pengetahuan. Wibawa adalah daya pengaruh seseorang karena yang bersangkutan memiliki kemerdekaan hati. Itulah pancaran hati seseorang karena dirinya memiliki kedalaman untuk mengajak orang lain mengenal Allah. Tanda-tanda orang yang dekat dengan Allah adalah rendah hati. Ia bersikap spontan, tetapi tetap tenang; spontan, tetapi penuh keyakinan. Itulah tanda bahwa Roh Kudus bekerja dalam dirinya.