Antara Sarana dan Tujuan

Sabtu, 6 Juli 2019 – Hari Biasa Pekan XIII

115

Matius 9:14-17

Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya. Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya.”

***

Hari ini kepada kita disuguhkan perbedaan pendapat antara Yesus dan beberapa orang Farisi. Tema perdebatan mereka kali ini adalah tentang puasa. Orang-orang Farisi yang suka mempermasalahkan segala hal yang dilakukan Yesus sekarang mengkritik murid-murid Yesus karena tidak berpuasa.

Puasa bagi kaum Farisi adalah kewajiban. Makna aksi religius itu tidak mereka perhatikan, yang penting ketika saatnya berpuasa, semua orang harus melaksanakannya. Yesus berada di tingkat yang berbeda. Ia melihat kedalaman atau “roh” yang melatarbelakangi sebuah tindakan atau peristiwa. Orang Farisi melihat hukum sebagai “roh” yang tertinggi, sementara menurut Yesus, yang paling utama adalah keselamatan jiwa.

Di sini saya belajar untuk bisa membedakan apa yang menjadi tujuan dan apa yang menjadi sarana. Terkadang kita membolak-balik hal ini: yang seharusnya menjadi tujuan malah dijadikan sarana, dan sebaliknya. Yesus meletakkan dua hal itu pada tempatnya: hukum adalah sarana, sementara tujuannya adalah keselamatan manusia.

Hari ini marilah kita belajar di dalam hidup beriman kita: apa yang menjadi tujuan dari hidup beriman kita? Apa yang menjadi sarananya?