Damai atau Pedang?

Senin, 15 Juli 2019 – Peringatan Wajib Santo Bonaventura

2240

Matius 10:34 – 11:1

“Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.

Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.

Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya darinya.”

Setelah Yesus selesai berpesan kepada kedua belas murid-Nya, pergilah Ia dari sana untuk mengajar dan memberitakan Injil di dalam kota-kota mereka.

***

Bacaan Injil hari ini sering membuat orang bingung, sebab di sini Yesus berkata, “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.”

Pedang adalah simbol kekerasan, peperangan, pemisahan, dan penolakan. Apakah Yesus mengajarkan jalan kekerasan dan perpecahan? Bukankah Yesus dikenal dengan ajaran-Nya tentang hukum yang paling utama, yakni hukum kasih? Sebelum Yesus mengungkapkan perkataan tersebut di atas, bukankah Dia mengutus para murid dan memerintahkan mereka untuk mengucapkan salam damai kepada setiap penghuni rumah yang mereka singgahi (lih. Mat. 10:12; Luk. 10:5)?

Konteks bacaan Injil hari ini adalah panggilan menjadi murid Yesus dan konsekuensinya (lih. Mat. 10:1 – 11:1). Di ayat 1-4 dibicarakan tentang panggilan kedua belas rasul. Ayat 5-15 bercerita tentang pengutusan kedua belas rasul, tentang apa saja yang harus mereka perbuat dan mereka wartakan. Sementara itu, ayat 16 – 11:1 (bacaan kita masuk dalam bagian ini) berbicara tentang konsekuensi dari panggilan menjadi murid Yesus. Oleh karena itu, perkataan Yesus yang mengatakan bahwa Dia datang “bukan membawa damai melainkan pedang” harus dipahami dalam konteks konsekuensi yang akan dihadapi oleh murid-murid-Nya.

Yesus tidak mengajarkan jalan kekerasan, perpecahan, atau pertengkaran dalam rumah tangga dan masyarakat. Namun, mau tidak mau, hal tersebut akan dihadapi oleh para murid sebagai akibat dari panggilan untuk menjadi murid-Nya. Hal ini ditegaskan oleh Yesus, “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.” Kata “salib” di sini dipahami sebagai penderitaan yang ditanggung oleh seseorang karena menjadi pengikut Yesus. Salib yang paling berat adalah ketika orang itu ditolak atau dijauhi oleh anggota keluarga sendiri. Seorang murid Yesus harus sanggup menanggung salib tersebut.

Merenungkan bacaan Injil hari ini, kita bisa memetik beberapa hal. Pertama, menjadi murid Yesus Kristus berarti harus siap menerima penolakan, permusuhan, bahkan kekerasan dari pihak lain. Kedua, kendati menghadapi kekerasan dan penolakan, mewartakan sukacita damai adalah tugas pengutusan para murid Yesus.

Saudara-saudari sekalian, apakah sebagai murid Yesus Kristus, kita sudah siap menghadapi bermacam-macam “pedang” dalam kehidupan harian kita?