Berani Mengaku Salah

Jumat, 13 September 2019 – Peringatan Wajib Santo Yohanes Krisostomus

273

Lukas 6:39-42

Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lubang?

Seorang murid tidak lebih daripada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.

Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”

***

“Saya yang salah, saya minta maaf!” ungkapan seperti itu ternyata tidak mudah untuk diucapkan. Saat ketahuan telah berbuat salah, orang sering kali terus membela diri dengan berbagi macam pembenaran, sebab mengakui kesalahan adalah tindakan yang sangat menyakitkan.

Dalam ilmu psikologi, dikenal istilah defense mechanism, yakni strategi mempertahankan diri yang dilakukan oleh ego untuk lepas dari kecemasan atau dari sesuatu yang tidak mengenakkan. Bentuknya ada beberapa macam, yakni rasionalisasi (mempertahankan diri dengan cara mencari-cari alasan yang masuk akal untuk pembenaran), represi (menghindari keadaan yang menyakitkan dengan cara menekannya ke dalam diri sehingga seolah-olah tidak ada masalah), dan proyeksi (strategi mempertahankan diri dengan cara menyalahkan orang lain sebagai penyebab dari permasalahan yang dialami).

Sabda Tuhan hari ini mengkritik keras orang-orang munafik, yaitu orang-orang yang merasa diri paling baik dan benar, yang tidak pernah mau mengakui kelemahan dan kesalahan sendiri, dan yang mudah sekali menunjuk kesalahan orang lain. Yesus menunjukkan kontras antara selumbar dan balok yang menutupi mata seseorang. Orang munafik mudah sekali melihat kesalahan orang lain kendati kesalahan itu kecil, tetapi tidak pernah melihat, menyadari, dan mengakui kesalahan besar yang ada pada dirinya.

Melihat kerapuhan, kelemahan, dan kesalahan diri sendiri memang merupakan sesuatu yang menyakitkan, sehingga tidak mudah untuk dilakukan. Meskipun demikian, Yesus mengajak para murid-Nya untuk berani mengaku salah kalau memang salah. Inilah titik awal terjadinya perubahan. Mungkinkah orang buta membimbing orang buta? Bukankah sebaiknya kita terlebih dahulu menyingkirkan balok yang ada pada kita, baru kemudian mengeluarkan selumbar dari mata orang lain?

Paulus dalam bacaan pertama hari ini (1Tim. 1:1-2, 12-14) dengan jelas menunjukkan kepada kita bagaimana menjadi murid yang dikehendaki Yesus. Paulus mengakui kerapuhan dan kesalahannya di masa lalu, kemudian mengungkapkan pertobatannya. Ia berkata, “Aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya…” Keberanian Paulus untuk mengakui kesalahan menjadi kekuatannya untuk berubah dan menjadi berkat.

Saudara-saudari yang terkasih, marilah kita belajar menjadi pribadi yang rendah hati. Jangan takut mengakui kesalahan! Dengan berani mengaku salah, serta mengakui bahwa diri ini rapuh dan lemah, kita berbenah untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan itu, kita akan dimampukan untuk menghadirkan perubahan dan menjadi berkat. Mengakui kesalahan tidak akan menghancurkan kita, tetapi justru akan membuat rahmat Tuhan tercurah kepada kita secara berlimpah.