Tuhan Ingin Menyelamatkan Semua

Senin, 30 September 2019 – Peringatan Wajib Santo Hieronimus

157

Lukas 9:46-50

Maka timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka. Karena itu Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya, dan berkata kepada mereka: “Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar.”

Yohanes berkata: “Guru, kami lihat seorang mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” Yesus berkata kepadanya: “Jangan kamu cegah, sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu.”

***

Bacaan Injil hari ini berbicara tentang dua kecenderungan dasariah dalam diri setiap manusia, termasuk para pengikut Yesus.

Pertama, gila kuasa. Kuasa merupakan godaan abadi. Sejak penciptaan, Adam dan Hawa sudah ingin berkuasa seperti Allah. Mereka tidak mau menerima keterbatasan dan kefanaan sebagai ciptaan. Para murid Yesus, yang awalnya hanya sekelompok nelayan, lama-lama juga menghasratkan kuasa. Kuasa dan ambisi sungguh dalam mengakar di sanubari. Sering terumbar, tetapi lebih sering terselubung, bahkan di balik kesalehan dan sikap rendah hati. Dengan sebuah tindakan simbolis, Yesus coba mengikis mentalitas ini. Kriteria pengikut-Nya hanya satu, yakni menerima mereka yang “kecil,” jangan berorientasi kepada yang “besar.” Kuasa cenderung busuk dan membusukkan. Karena itu, orientasi hidup para pengikut Yesus harus “menurun.” Inilah jalan penerimaan, jalan pelayanan, jalan salib, bukan jalan kuasa, pemaksaan, dan mahkota.

Kedua, mengklaim hak atas Tuhan. Yohanes dan para murid yang lain melarang seseorang mengusir setan “demi nama Yesus,” hanya karena orang itu tidak termasuk dalam kelompok mereka. Betapa sering kelompok pengikut Kristus terpenjara dalam egoisme kelompok, Gereja, dan denominasi. Sejarah kekristenan penuh dengan perang aliran dan golongan. Setiap kelompok sibuk membela paham dan konsepnya tentang Tuhan, sehingga perang label “sesat” pun terus berulang. Bukankah itu pertanda bahwa kita sibuk mengavelingkan Tuhan? Tentu saja tidak semua ajaran dan praktik gerejawi itu sehat, tidak semua doktrin dan praksis jemaat itu otentik. Akan tetapi, di balik semua perbedaan dan keragaman itu, Yesus memberikan pegangan pokok, “Barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu.” Setiap orang dan setiap jemaat diajak untuk menyadari bahwa Tuhan berkarya juga di “pihak sebelah.” Ia bertindak dengan cara-cara berbeda, yang mungkin tidak mampu kita pahami. Dialah Tuhan yang ingin menyelamatkan semua dengan rencana dan cara-cara-Nya!