Belajar Beriman dari Santo Ignasius

Kamis, 17 Oktober 2019 – Peringatan Wajib Santo Ignasius dari Antiokhia

180

Lukas 11:47-54

“Celakalah kamu, sebab kamu membangun makam nabi-nabi, tetapi nenek moyangmu telah membunuh mereka. Dengan demikian kamu mengaku, bahwa kamu membenarkan perbuatan-perbuatan nenek moyangmu, sebab mereka telah membunuh nabi-nabi itu dan kamu membangun makamnya. Sebab itu hikmat Allah berkata: Aku akan mengutus kepada mereka nabi-nabi dan rasul-rasul dan separuh dari antara nabi-nabi dan rasul-rasul itu akan mereka bunuh dan mereka aniaya, supaya dari angkatan ini dituntut darah semua nabi yang telah tertumpah sejak dunia dijadikan, mulai dari darah Habel sampai kepada darah Zakharia yang telah dibunuh di antara mezbah dan Rumah Allah. Bahkan, Aku berkata kepadamu: Semuanya itu akan dituntut dari angkatan ini. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu telah mengambil kunci pengetahuan; kamu sendiri tidak masuk ke dalam dan orang yang berusaha untuk masuk ke dalam kamu halang-halangi.”

Dan setelah Yesus berangkat dari tempat itu, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terus-menerus mengintai dan membanjiri-Nya dengan rupa-rupa soal. Untuk itu mereka berusaha memancing-Nya, supaya mereka dapat menangkap-Nya berdasarkan sesuatu yang diucapkan-Nya.

***

Hari ini kita memperingati Santo Ignasius dari Antiokhia. Saya sangat terkesan dengan perkataan dalam salah satu tulisannya bahwa “Kristus yang disalibkan adalah satu-satunya dan seluruh kecintaanku.” Pernyataan tersebut dengan jelas menunjukkan pribadi Ignasius. Orang kudus ini adalah sosok yang beriman teguh dan mencintai Yesus sepenuhnya. Dari dirinya, saya sungguh belajar memahami apa artinya iman yang total.

Hal senada dituliskan oleh Paulus dalam bacaan pertama hari ini (Rm. 3:21-30). Ia menyatakan bahwa manusia dibenarkan karena iman, bukan karena melakukan hukum. Iman itu sendiri adalah tanggapan personal sebagai wujud relasi intim dengan Allah yang mewahyukan diri. Ini sungguh berkebalikan dengan orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang mengutamakan hukum di atas segala-sagalanya.

Pandangan yang sama juga dapat kita jumpai dalam bacaan Injil hari ini. Dari kita, Yesus tidak menghendaki macam-macam hal, selain keyakinan dan kepasrahan kepada-Nya. Ia tidak membutuhkan berbagai hal eksterior yang menjadi selimut kita. Ia hanya membutuhkan interioritas kita yang tertuju kepada-Nya.

Sekecil apa pun, iman mampu membuat orang berubah dan bertransformasi ke arah yang lebih baik. Itu tentunya bukan karena keunggulan yang kita miliki, tetapi terlebih karena ketulusan dan keterpautan hati kita kepada Tuhan.

Saudara-saudari sekalian, sudahkah kita mencintai iman kita dengan sungguh-sungguh?