Kepastian Menjadi Pengikut Kristus

Sabtu, 19 Oktober 2019 – Hari Biasa Pekan XXVIII

477

Lukas 12:8-12

“Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah. Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni. Apabila orang menghadapkan kamu kepada majelis-majelis atau kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, janganlah kamu kuatir bagaimana dan apa yang harus kamu katakan untuk membela dirimu. Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan.”

***

Saya memulai renungan ini dengan sebuah pertanyaan, “Apakah kita menyadari bahwa menjadi pengikut Kristus membutuhkan ketahanan untuk menghadapi kesulitan, pertentangan, maupun bahaya?” Pertanyaan itulah yang pertama kali muncul dalam benak saya saat membaca Injil hari ini. Bagi saya, pertanyaan tersebut akan tetap relevan sampai kapan pun, termasuk bagi saya yang sudah menjadi seorang imam. Saya pun kemudian memberi pertanyaan itu kepada diri sendiri untuk berkaca: sedalam apakah diri saya di dalam iman akan Kristus?

Ketika saya menanyakan itu kepada diri saya sendiri, yang muncul hanyalah jawaban bahwa sebagai pengikut kristus, saya kerap kali gagal. Namun, di dalam kegagalan itu, saya sungguh belajar bahwa Allah yang saya imani sungguh mencintai saya apa adanya. Di saat saya gagal, Ia selalu bisa membangkitkan saya dari keterpurukan.

Paus Fransiskus berkata,”Perasaan bersalah atas dosa adalah sebuah rahmat dari Allah.” Saya meyakini bahwa hal itu benar adanya. Jika kita tidak pernah mengalami perasaan malu dan bersalah atas dosa, kita tidak akan pernah bisa berubah dan bertransformasi menjadi pribadi yang lebih baik.

Bacaan Injil hari ini memberi kepastian kepada kita sebagai pengikut Kristus, yaitu bahwa kita akan selalu disertai oleh Roh Kudus. Sebagai seorang imam muda, tentu saya awalnya sangat bersemangat untuk melakukan banyak kegiatan, termasuk mendengarkan pengakuan dosa menjelang Natal maupun Paskah. Biasanya selama sebulan penuh saya melakukan touring pengakuan dosa ke wilayah maupun lingkungan-lingkungan.

Namun, suatu ketika, di hari akhir pengakuan dosa, saya mengalami rasa lelah yang amat dalam. Saya seperti enggan mendengarkan pengakuan dosa lagi. Seperti biasa, saat itu saya masuk ke dalam ruang pengakuan dosa dan mulai berdoa. Entah mengapa, tiba-tiba saja menangis dan mengatakan di dalam doa saya, “Tuhan, aku lelah sekali sudah mendengarkan pengakuan dosa selama sebulan ini. Ingin rasanya aku beristirahat. Namun, jika hari ini Engkau mau menggunakan aku untuk mendengarkan pengakuan umat, pakailah aku.”

Setelah berdoa demikian, saya sungguh merasa segar di dalam mendengarkan pengakuan dosa bahkan sampai jam sebelas malam. Hal itu sungguh tidak biasa. Saya merefleksikannya sebagai karya Roh Kudus yang menemani saya. Saya sendiri bukan siapa-siap selain instrumen Allah belaka.

Dari pengalaman itu, saya sungguh yakin bahwa Roh Kudus akan selalu menyertai kita saat kita sudah bisa berpasrah dan membiarkan Tuhan sepenuhnya bekerja atas diri kita.

Saudara-saudari sekalian, apakah kita sudah sungguh berpasrah dan membiarkan Tuhan bekerja di dalam diri kita?