Melihat, Percaya, dan Mewartakan

Jumat, 27 Desember 2019 – Pesta Santo Yohanes

337

Yohanes 20:2-8

Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.”

Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat daripada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur. Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kafan terletak di tanah; akan tetapi ia tidak masuk ke dalam. Maka datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat kain kafan terletak di tanah, sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kafan itu, tetapi agak di samping di tempat yang lain dan sudah tergulung. Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya.

***

Pada oktaf Natal hari ini kita merayakan pesta Santo Yohanes Rasul. Tradisi memandang dia sebagai murid yang dikasihi Yesus. Tradisi juga beranggapan bahwa dialah penulis Injil Yohanes, tiga surat Yohanes, dan kitab Wahyu.

Bacaan Injil untuk pesta ini adalah tentang peristiwa kubur kosong. Diceritakan bahwa setelah mengetahui kubur Yesus kosong, Maria Magdalena memberitahukan hal ini kepada Petrus dan murid yang dikasihi Yesus. Maria Magdalena berkata, “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya.” Tentu berita ini sangat mengejutkan dua murid tersebut. Oleh karena itu, mereka segera berlari menuju kubur. Sampai di sana, mereka melihat kain kafan terletak di tanah, sementara kain peluh tergulung dan terletak di tempat lain. Melihat tanda-tanda itu, murid yang dikasihi Yesus menjadi percaya. Dia percaya bahwa jenazah Yesus tidak dicuri, tetapi bangkit.

Bagi Yohanes, melihat saja tidak cukup. Penglihatan harus mengarah pada kepercayaan. “Ia melihatnya dan percaya,” demikian ditegaskan di sini. Kepercayaan ini selanjutnya mengarah pada pewartaan, sehingga dikatakan dalam bacaan pertama hari ini (1Yoh. 1:1-4), “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami … itulah yang kami tuliskan kepada kamu…”

Kita yang merayakan pesta ini diajak untuk meneladani Yohanes. Yohanes mengajak kita untuk bergerak dari “melihat” menuju pada “iman,” dan dari “iman” menuju pada “pewartaan.” Itulah tugas yang harus diemban oleh setiap orang kristiani, yakni untuk melihat, percaya, kemudian mewartakan.

Dalam perayaan Natal, kita diajak untuk melihat tentang kelahiran Yesus: bagaimana Ia dilahirkan di tempat yang sederhana dan kotor, bagaimana bayi yang mungil itu membuat seisi surga bersukacita, serta bagaimana kelahiran-Nya menjadi kabar gembira bagi para gembala dan bangsa-bangsa. Peristiwa ini sekaligus juga mendorong kita untuk merenungkan bahwa bayi mungil yang lahir di kandang domba itu adalah Allah yang merendahkan diri-Nya dengan menjelma menjadi manusia. Inilah bukti bahwa Allah sungguh mengasihi manusia. Oleh karena itu, perayaan Natal adalah pewartaan tentang kerendahan hati, kasih, dan sukacita persaudaraan.