Antara Aturan dan Belas Kasih

Selasa, 21 Januari 2020 – Peringatan Wajib Santa Agnes

94

Markus 2:23-28

Pada suatu kali, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum, dan sementara berjalan murid-murid-Nya memetik bulir gandum. Maka kata orang-orang Farisi kepada-Nya: “Lihat! Mengapa mereka berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Jawab-Nya kepada mereka: “Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu — yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam — dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya?” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.”

***

Dalam kehidupan ini tentunya ada aturan-aturan yang harus kita taati. Sejak dini kita sudah dilatih untuk memperhatikan hal itu. Aturan pada dasarnya memiliki tujuan yang baik. Tidak terbayangkan misalnya rumah, sekolah, dan masyarakat sama sekali tidak memiliki aturan. Situasi pasti kacau balau sebab setiap orang bersikap semaunya sendiri.

Aturan adalah sarana yang dapat membantu menata kehidupan bersama, sehingga setiap anggota masyarakat dapat hidup sejahtera, bahagia, dan harmonis. Namun, sadar atau tidak sadar, aturan sering juga dipakai untuk menjatuhkan orang lain, terutama mereka yang tidak sepaham dengan kita. Murid-murid Yesus hari ini mengalami hal itu. Mereka dituduh melanggar hukum karena memetik bulir gandum pada hari Sabat.

Tanpa belas kasih, aturan akan kehilangan tujuan dan nilai yang terkandung didalamnya. Suatu aturan harus berlandaskan pada belas kasih, sehingga membawa sukacita bagi banyak orang. Jangan sampai pula ada aturan yang hanya menguntungkan segelintir orang saja.

Inilah salah satu tantangan umat kristiani di zaman ini. Sebagai umat beragama, kita memiliki banyak aturan yang harus kita ikuti. Apakah aturan-aturan itu membebani kita? Ketika melakukannya, apakah kita merasa terpaksa? Jika ada pelanggaran, apakah aturan-aturan itu membuat kita mudah menghakimi orang lain? Adakah belas kasih ketika kita menilai orang lain?