Antara Tahir dan Najis

Rabu, 12 Februari 2020 – Hari Biasa Pekan V

196

Markus 7:14-23

Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: “Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.” [Barangsiapa bertelinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar!]

Sesudah Ia masuk ke sebuah rumah untuk menyingkir dari orang banyak, murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang arti perumpamaan itu. Maka jawab-Nya: “Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?” Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. Kata-Nya lagi: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.”

***

Ketika agama menjadi serangkaian peraturan tentang apa yang boleh dan tidak boleh, ada kecenderungan untuk menjalankannya semata-mata demi peraturan. Akibatnya, peraturan lalu kehilangan rohnya. Kecenderungan inilah yang terjadi pada diri orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, sehingga mereka dikecam oleh Yesus sebagai orang munafik. Mereka terlalu menekankan peraturan Taurat, tetapi mengabaikan semangat atau roh dari peraturan tersebut, yakni cinta kasih dan keadilan. 

Mengenai masalah tahir dan najis, Yesus dalam bacaan Injil hari ini membuat pernyataan yang mengejutkan orang banyak. Dia menyatakan, “Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.” Dengan pernyataan ini, Yesus merombak secara radikal pemahaman tentang tahir dan najis. Hal-hal eksternal tidak dapat menajiskan kita, tetapi segala sesuatu yang datangnya dari dalam diri kitalah yang menajiskan, yakni kata-kata dan tindakan yang jahat.

Dengan tegas dan jelas, Yesus memperlihatkan semangat yang benar dari hukum Taurat yang menekankan cinta kasih dan keadilan terutama bagi orang-orang kecil. Dia melanggar peraturan tentang tahir dan najis dengan mengulurkan tangan-Nya kepada orang kusta (1:41), membiarkan perempuan yang sakit pendarahan menyentuh-Nya (5:27-28), dan memegang tangan orang yang telah meninggal (5:41). Melalui tindakan-tindakan tersebut, Yesus menunjukkan bahwa peraturan itu tidak pernah dimaksudkan untuk melarang tindakan kasih sayang dan keadilan. Ketika hal-hal yang dinilai najis disentuh oleh-Nya, Yesus tidak menjadi najis, tetapi malah membuat mereka yang dianggap najis menjadi bersih dan tahir. Itulah kekuatan transformatif Kerajaan Allah yang diwartakan-Nya.