Mengasihi Seperti Bapa

Sabtu, 7 Maret 2020 – Hari Biasa Pekan I Prapaskah

251

Matius 5:43-48

“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.”

***

“Sempurna seperti Bapa di surga.” Itulah kesimpulan dari enam antitesis (dengan rumus: “Kamu telah mendengar … tetapi Aku berkata…”) dalam khotbah di bukit. Kesimpulan tersebut merupakan tujuan hidup beriman, sekaligus visi dan misi hidup para pengikut Yesus.

Sempurna yang dimaksud Yesus jelas bukan terutama kesempurnaan moral, yaitu tingkah laku tanpa cacat cela, melainkan lebih pada loyalitas total kepada Allah hingga mencapai tujuan akhir yang komplet. Dengan kata lain, Yesus menghendaki para pengikut-Nya, baik pribadi maupun sebagai komunitas gerejawi, untuk terus bertahan menjalani hidup yang tertuju pada kesempurnaan akhir yang sudah ditetapkan Bapa bagi setiap pribadi dan bagi jemaat-Nya. Hiduplah sesuai rencana dan maksud yang sudah ditetapkan Allah, yang sudah diterima oleh kita semua dalam pembaptisan. Ini kiranya merupakan nasihat untuk tetap setia kepada Allah dalam pergulatan hidup harian hingga mencapai kesempurnaan kelak, bukan agar kita menjadi orang yang mendadak saleh atau saleh secara “karbitan.”

Model kesempurnaan itu adalah Bapa sendiri. Dalam perikop ini jelas sekali bahwa kesempurnaan seperti Bapa itu dikaitkan dengan cinta kasih. Mengasihi seperti Bapa berarti mengasihi tanpa batas dan sekat, mencintai tanpa syarat dan tanpa membedakan. Bapa menciptakan alam semesta demi kebaikan semua orang, yang baik maupun yang jahat.  Itulah juga hendaknya menjadi ciri khas  pengikut Yesus: mengasihi semua orang, termasuk para musuh dan lawan.

Tentu saja itu merupakan tantangan yang sangat berat, sebab kita hidup di tengah dunia yang ditandai oleh persaingan kepentingan, konflik, dan permusuhan. Mengasihi tanpa pamrih saja sudah sulit, apalagi mencintai musuh! Kendati demikian, pesan Yesus tetap jelas: para pengikut-Nya diminta untuk tetap berpegang pada standar tertinggi, yakni mengasihi seperti Bapa.

Tolok ukur cinta kasih kristiani bukanlah hak asasi ataupun etika dunia ini, tetapi kesempurnaan seperti Bapa. Hanya dengan demikian kita layak disebut anak-anak Bapa di surga. Mengapa? Sebab kita mencintai sesama, juga para lawan, seperti yang diteladankan oleh sang Anak. Ia menyerahkan diri-Nya bagi semua manusia, termasuk bagi mereka yang menyangkal, mengkhianati, dan menyalibkan Dia.