Memutus Rantai Kekerasan

Jumat, 13 Maret 2020 – Hari Biasa Pekan Prapaskah II

157

Matius 21:33-43, 45-46

“Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lubang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain pula dengan batu. Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak daripada yang semula, tetapi mereka pun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya. Maka apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?” Kata mereka kepada-Nya: “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya.” Kata Yesus kepada mereka: “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil darimu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.”

Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya. Dan mereka berusaha untuk menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada orang banyak, karena orang banyak itu menganggap Dia nabi.

***

Banyak tindak kejahatan terjadi karena iri hati. Karena iri hati, Kain membunuh Habel adiknya sendiri, dan itulah pembunuhan pertama di muka bumi setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Karena iri hati, orang menjelekkan, melukai, membalas dendam, bahkan membunuh orang lain. Tidak hanya dalam hubungan pertemanan, dalam hubungan darah pun, relasi kekeluargaan menjadi renggang atau terputus karena iri hati.

Bacaan pertama hari ini (Kej. 37:3-4, 12-13a, 17b-28) mengisahkan rencana dan perlakuan jahat terhadap Yusuf oleh saudara-saudaranya sendiri. Karena hati dan pikiran sudah dikuasai rasa iri, mereka tidak lagi peduli akan hubungan darah. Yusuf memang sosok yang mempunyai banyak kelebihan, tentu karena anugerah Tuhan. Hal inilah yang membuat saudara-saudaranya tidak senang kepada dirinya. Yang menarik, menghadapi kejahatan saudara-saudaranya sendiri, Yusuf tetap sabar dan lembut hati. Ia sungguh mempunyai kualitas hidup yang terpuji.

Hal yang sama kita jumpai dalam diri sang pemilik kebun anggur yang dikisahkan oleh bacaan Injil hari ini. Ia menghadapi perlakuan tidak terpuji dari para penggarap kebun anggur yang menangkap, melemparkan, dan membunuh setiap utusan yang dikirim olehnya, termasuk anaknya sendiri. Menghadapi sikap mereka ini, sang pemilik kebun anggur tampak sangat sabar.

Di tengah kerasnya kehidupan di dunia ini, marilah kita belajar untuk memiliki kesabaran dan kelemahlembutan. Sering kali kesabaran dan kelemahlembutan dipandang sebagai sikap pasif, diam, takut, atau tidak peduli. Namun, sebenarnya sikap tersebut adalah jalan terbaik untuk menghadapi sikap iri atau perlakuan kasar dari orang lain.

Iri hati adalah tanda ketidakdewasaan. Sikap ini menyuburkan balas dendam dan tindak kekerasan lainnya. Sebaliknya, kesabaran dan kelemahlembutan menunjukkan kedewasaan iman yang dapat memutus rantai kekerasan dan kejahatan.