Selumbar di Mata

Senin, 22 Juni 2020 – Hari Biasa Pekan XII

478

Matius 7:1-5

“Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”

***

Yesus mengingatkan agar para murid-Nya tidak menghakimi sesama. “Menghakimi” berarti menyatakan bahwa seseorang bersalah. Ketika menghakimi sesama, orang cenderung melihat kesalahan, kejahatan, dan keburukan orang lain. Orang yang menghakimi itu mendengarkan kata dan melihat perilaku seseorang, lalu menganalisisnya, dan akhirnya menyatakan orang itu bersalah. Bisa jadi ia juga langsung menjatuhkan hukuman.

Yang berhak menghakimi dan menjatuhkan hukuman pada manusia hanyalah Allah. Hanya Dialah yang mengetahui segala yang tersembunyi di dalam hati manusia. Penglihatan manusia itu terbatas. Ia hanya dapat melihat hal-hal yang tampak oleh mata, tetapi tidak dapat melihat apa yang ada di dalam batin sesamanya yang tidak tampak oleh mata. Ketika orang menghakimi sesama, ia cenderung melihat hal-hal yang negatif dari orang itu. Pada saat yang sama, orang lupa bahwa di dalam dirinya juga banyak kesalahan, yang bisa jadi lebih besar atau lebih buruk daripada kesalahan orang lain.

Yesus menasihati para murid agar tidak menghakimi orang lain supaya “kamu tidak dihakimi” oleh Allah. Allah akan memperlakukan setiap orang seperti yang bersangkutan memperlakukan sesamanya. Kalau ia menghakimi sesama, Allah akan menghakiminya. Cara yang ia gunakan untuk menghakimi orang lain akan digunakan oleh Allah untuk menghakimi dirinya. Ketika orang menghakimi sesamanya, ia menilai benar/tidaknya atau baik/buruknya orang lain dengan menggunakan standar atau kriteria tertentu yang dimilikinya. Bayangkan bila standar yang dipakai untuk menghakimi sesama itu dipergunakan oleh Allah untuk menghakimi dia yang ternyata kesalahannya jauh lebih besar daripada kesalahan sesamanya! Bila orang mau menyadari hal ini, tidak ada pilihan lain selain berhenti menghakimi sesama.

Yesus menyampaikan kiasan untuk menyatakan bahwa orang lebih mudah melihat kesalahan orang lain daripada kesalahannya sendiri. “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?” Kiasan tentang selumbar (serpihan kayu) dan balok ini membandingkan kesalahan orang lain yang sangat kecil terhadap kita dengan dosa kita yang sangat besar terhadap Allah.

Manusia mempunyai kecenderungan untuk lebih cepat mengetahui keburukan atau kesalahan orang lain daripada keburukan atau kesalahan sendiri. Ia cepat mengatakan “dia bersalah” dan “aku tidak bersalah” tanpa terlebih dahulu memeriksa diri. Kesalahan orang lain yang kecil lebih mudah dilihat daripada kesalahan sendiri yang besar. Kiasan ini disampaikan untuk mengingatkan agar para murid Yesus mengubah kecenderungan yang ada dalam hatinya sendiri, yakni cepat melihat kesalahan orang lain. Daripada mencari kesalahan orang lain, baiklah para murid cepat mengoreksi diri, cepat melihat kesalahan sendiri lalu memperbaikinya.