Maria yang Berdukacita

Selasa, 15 September 2020 – Peringatan Wajib Santa Perawan Maria Berdukacita

150

Lukas 2:33-35

Dan bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala apa yang dikatakan tentang Dia. Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan — dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri –, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.”

***

Penderitaan seorang anak pasti dirasakan pula oleh ibunya. Keduanya memiliki ikatan batin yang tak terpisahkan. Apa pun yang terjadi, seorang ibu pasti akan berusaha sedapat mungkin untuk menjaga dan melindungi anaknya. Itulah yang hari ini kita renungkan secara khusus. Kemarin kita merayakan Pesta Salib Suci; hari ini kita memperingati Maria yang berdukacita. Gereja dengan ini menghormati Maria yang dalam hidupnya memanggul salib pula seperti sang Putra. Ia terluka melihat Yesus, Putranya yang terkasih, menderita dan wafat di kayu salib.

Maria adalah teladan bagaimana seseorang memanggul salib bersama Yesus. Salib ini dipanggul oleh Maria sepanjang hidupnya. Kecintaannya terhadap sang Putra mendorong dia untuk bersedia memanggul salib kehidupan. Ketika Maria menyatakan kesediaan untuk menerima kehadiran Yesus di dalam rahimnya, secara otomatis ia menyatakan pula kesediaan untuk menerima salib. Ia menaati kehendak Allah yang memilihnya untuk menemani perjalanan sang Putra. Kehidupan duniawi Yesus yang berakhir di kayu salib juga diimani Maria sebagai rencana Allah yang harus ditaati. Seperti dinyatakan dalam nubuat Simeon, pedang sungguh menembus hati Maria. Ia turut menderita bersama Yesus.

Apa yang dapat kita petik dari keteladanan Maria ini? Saat kita menerima Yesus, kita juga harus siap “ditembus” oleh pedang yang sama, yakni salib kehidupan. Inilah konsekuensi kita sebagai murid-murid Kristus yang tersalib. Maria telah membuktikan kepada kita bahwa manusia mampu melakukannya. Pengalaman salib memang membawa luka, namun luka-luka itu akan disembuhkan oleh Yesus. Sebagai orang kristiani, kita harus siap dicaci, dimaki, direndahkan, dan tidak dihargai orang lain. Allah senantiasa membantu hamba-hamba-Nya yang mengalami kesulitan. Dengan memanggul salib, kita menggarami dan memancarkan terang Kristus kepada dunia, seperti yang dilakukan oleh Maria.