Menjadi Anggota Keluarga Yesus

Selasa, 22 September 2020 – Hari Biasa Pekan XXV

222

Lukas 8:19-21

Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya, tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak. Orang memberitahukan kepada-Nya: “Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau.” Tetapi Ia menjawab mereka: “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.”

***

“Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” Dalam Injil Markus (Mrk. 3:31-35), pernyataan ini disampaikan Yesus dengan konteks keraguan terhadap diri-Nya dan karya-karya yang dilakukan-Nya. Bukan hanya orang-orang luar, keluarga Yesus sendiri – yang adalah orang-orang terdekat dengan-Nya – juga bersikap demikian. Karena itu, Yesus mempertanyakan siapa yang tepat disebut sebagai ibu dan saudara-saudara-Nya. Ia menunjuk orang-orang yang berkumpul di sekeliling-Nya sebagai ibu dan saudara-saudara-Nya, sebab ibu dan saudara-saudara-Nya adalah siapa saja yang melakukan kehendak Allah.

Dalam Injil Lukas, akan lebih tepat jika pernyataan ini diletakkan sebagai bagian dari gagasan tentang Allah yang mengasihi setiap insan. Setelah lahir sebagai manusia (menunjukkan kasih Allah terhadap kita), dikunjungi oleh para gembala (menunjukkan kasih Allah terhadap orang-orang kecil), sekarang Yesus menyatakan bahwa setiap orang bisa saja menjadi anggota keluarga-Nya. Keluarga Yesus adalah keluarga besar, tidak terbatas pada mereka yang memiliki hubungan darah dengan-Nya. Kita semua diundang masuk dalam kesatuan dengan-Nya untuk menikmati kasih dan hidup yang berkelimpahan.     

Akan tetapi, untuk menjadi anggota keluarga Yesus ada syaratnya. Sejalan dengan gagasan bahwa “iman tanpa perbuatan adalah mati” (bdk. Yak. 2:26), syarat yang Ia tentukan adalah “mendengarkan firman Allah dan melakukannya.”

Sebagai murid-murid Yesus, kita perlu memperhatikan hal itu dengan baik. Kita sudah menanggapi panggilan Yesus untuk mengikut diri-Nya; kita sudah rajin membaca dan mendengarkan firman Allah dalam Kitab Suci; kita pun sudah rajin mengikuti perayaan Ekaristi, bahkan mungkin setiap hari. Pertanyaannya, sudahkah kita melakukan apa yang kita dengarkan itu?

Teori tanpa praktik tidak ada gunanya. Kalau kita tahu apa itu kasih, tetapi dalam hidup sehari-hari tidak mengasihi orang lain, kita bukanlah orang yang penuh kasih. Karena itu, mari kita menyelaraskan pengetahuan dan perkataan kita dengan tindakan yang kita lakukan. Jika itu sudah dilakukan, kita boleh berbahagia, sebab kita adalah saudara-saudara Yesus.