Demi Kemuliaan Allah yang Lebih Besar

Rabu, 30 September 2020 – Peringatan Wajib Santo Hieronimus

161

Lukas 9:57-62

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: “Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.” Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Lalu Ia berkata kepada seorang lain: “Ikutlah Aku!” Tetapi orang itu berkata: “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.”

Dan seorang lain lagi berkata: “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.” Tetapi Yesus berkata: “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”

***

Yang paling penting dalam hidup Yesus adalah taat kepada Bapa dan hidup terus-menerus di hadirat-Nya. Dengan cara demikian, menjadi jelas bagi-Nya apa sebenarnya yang menjadi tugas pengutusan-Nya sehubungan dengan umat manusia.

Mungkin kita harus selalu mengingatkan diri kita sendiri bahwa “hukum yang pertama” menuntut kita untuk mencintai Allah dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran kita. Apakah kita memang percaya akan hal itu? Tampaknya banyak orang hidup seolah-olah harus memberi kepada sesama segenap hati, jiwa, dan pikiran mereka, sambil berusaha agar tidak melupakan Allah. Sekurang-kurangnya banyak orang merasa bahwa perhatian mereka harus terbagi rata antara Allah dan sesama.

Namun, tuntutan Yesus jauh lebih tegas. Ia menuntut agar kita mengikatkan diri kepada Allah – dan hanya kepada Dia saja – dengan sepenuh hati. Allah menuntut segenap hati, pikiran, dan jiwa kita. Kasih kepada Allah yang tidak tanggung-tanggung inilah yang melahirkan perhatian kepada sesama. Dalam diri Allah, kita berjumpa dengan sesama kita dan menyadari tanggung jawab kita terhadap mereka. Kita bahkan dapat berkata bahwa hanya dalam Allah, sesama kita sungguh menjadi sesama, alih-alih sebagai pengganggu kemerdekaan kita. Hanya dalam dan melalui Allah, pelayanan terhadap sesama menjadi sungguh mungkin.

Marilah kita berdoa: “Tuhan, barangsiapa ingin mengabdi-Mu harus mengikuti-Mu, dan abdi-Mu akan selalu berada di mana pun Engkau sendiri berada. Dia yang mengabdi-Mu akan dimuliakan oleh Bapa-Mu.”

Diolah dari Henri J.M. Nouwen, Tuhan Tuntunlah Aku (Yogyakarta: Kanisius, 1994).