Melakukan Kehendak Bapa

Selasa, 15 Desember 2020 – Hari Biasa Pekan III Adven

271

Matius 21:28-32

“Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka: “Yang terakhir.” Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.”

***

Bacaan Injil hari ini menegaskan kepada kita betapa pentingnya perbuatan baik daripada sekadar mengatakan apa yang baik. Perbuatan lebih penting dari perkataan. Diceritakan, seorang bapa mempunyai dua anak laki-laki. Suatu hari, ia menyuruh kedua anaknya itu untuk pergi ke kebun anggur. Dua sikap muncul menanggapi permintaan tersebut.

Anak pertama mengatakan “ya”, tetapi kemudian tidak melakukan apa-apa. Sesungguhnya sikap ini menunjukkan ketidaktaatannya kepada kehendak sang bapa. Anak ini tahu apa yang dikehendaki bapanya, tetapi tidak melakukannya. Ia hanya ingin menyenangkan hati bapanya dengan kata-kata indah belaka.

Anak kedua mengatakan “tidak.” Jawaban ini tentunya mengecewakan hati bapanya. Namun, sesudah itu, anak tersebut ternyata memikirkan kembali jawabannya. Dia menarik diri, mengadakan refleksi, dan akhirnya mengubah keputusannya. Ia menyesali ketidaktaatannya, lalu melakukan apa yang dikendaki sang bapa. Inilah gambaran pribadi seseorang yang awalnya mengatakan hal yang tidak baik, tetapi kemudian bertobat dan melakukan hal yang baik.

Kisah ini oleh Yesus diawali dengan pertanyaan: “Apakah pendapatmu tentang ini?” Sesungguhnya dengan ini Ia bertanya kepada kita semua: Di antara dua karakter anak dalam kisah ini, mana yang menunjukkan diri kita? Mari kita masuk ke dalam diri kita masing-masing dan melihat hidup keseharian kita. 

Yesus tidak ingin kita hanya mengetahui firman-Nya tanpa melakukan perbuatan baik. Aktif di gereja, rajin berdoa, dan memahami Kitab Suci bukan jaminan bahwa seseorang melakukan kehendak Bapa. Ini sama dengan orang Farisi dan para ahli Taurat yang merasa diri mengetahui seluruh isi Kitab Suci. Tanpa perbuatan konkret, apa yang mereka ketahui itu tidak berguna, bahkan bisa jadi sekadar menjadi kesombongan atau alat untuk menghakimi orang lain.

Panggilan Tuhan kepada kita sangat sederhana, yakni agar kita melakukan apa yang dikendaki-Nya. Tanpa perbuatan, mulut manis dan janji-janji indah yang kita ucapkan tidak berarti apa-apa. Orang yang melakukan kehendak Tuhan adalah mereka yang setelah mendengarkan firman-Nya, mewujudkan hal itu dalam perbuatan-perbuatan baik. Mari kita berjuang dengan tekun dan sungguh-sungguh untuk melakukan kehendak Tuhan dalam keseluruhan hidup kita.