Dipanggil untuk Bersaudara

Senin, 29 Maret 2021 – Hari Senin dalam Pekan Suci

95

Yohanes 12:1-11

Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan dengan Yesus adalah Lazarus. Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu. Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. Maka kata Yesus: “Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu.”

Sejumlah besar orang Yahudi mendengar, bahwa Yesus ada di sana dan mereka datang bukan hanya karena Yesus, melainkan juga untuk melihat Lazarus, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati. Lalu imam-imam kepala bermupakat untuk membunuh Lazarus juga, sebab karena dia banyak orang Yahudi meninggalkan mereka dan percaya kepada Yesus.

***

Mari kita bayangkan apa yang dirasakan Yesus pada hari-hari menjelang penderitaan-Nya. Mungkin Ia merasa cemas? Mungkin Ia merasa takut, sebab orang Farisi dan para imam kepala bermufakat untuk menghabisi-Nya? Apa yang dilakukan Yesus menghadapi persekongkolan yang begitu kejam dan bengis itu?

Bacaan Injil hari ini menceritakan Yesus yang pergi ke Betania untuk makan bersama dengan Lazarus, Marta, dan Maria. Ini menunjukkan, meskipun situasi tengah genting dan mencekam, Yesus tidak sibuk dengan diri-Nya sendiri. Ia tidak terjebak pada ketakutan dan kekhawatiran. Saya percaya bahwa Yesus pun merasa gelisah. Namun, situasi yang sulit tidak Ia hadapi dengan emosi negatif yang menguras energi. Karena itu, Yesus datang mengunjungi sahabat-sahabat yang sungguh mencintai dan mendukung-Nya. Ia menghendaki agar cinta dan perhatian menjadi kekuatan yang menopang-Nya. Dengan ini, Yesus menunjukkan kepada kita betapa dukungan dan cinta menjadi nilai yang sungguh penting di tengah-tengah dunia yang penuh dengan kompetisi dan emosi negatif.

Ignatius Loyola dalam Latihan Rohani mengajarkan sebuah meditasi berjudul Dua Panji: Di satu sisi ada panji Kristus, di sisi lain ada panji setan. Kita perlu peka untuk melihat bahwa apa yang menjadi nilai dunia bisa jadi adalah manipulasi setan. Saya teringat cerita seorang rekan yang bekerja di dunia perbankan yang penuh dengan tekanan karena kompetisi, iri hati, gosip, dan semangat saling menjatuhkan. Semua berlomba untuk menjadi yang terhebat; semua saling menyingkirkan; semua berlomba saling menjatuhkan. Nilai setan sayangnya menjadi nilai yang dipegang banyak orang.

Di tengah dunia yang penuh dengan nilai-nilai negatif, Yesus datang berkunjung kepada Lazarus, Marta, dan Maria. Nilai persahabatan dan dukungan menjadi nilai Kristus. Kita ditantang untuk menjadi saudara dan sahabat bagi sesama, bukan menjadi ancaman dan beban bagi mereka.