Pelita Harus Tetap Menyala

Jumat, 1 September 2017 – Hari Biasa Pekan XXI

1544

Matius 25:1-13

“Pada waktu itu hal Kerajaan Surga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”

***

Charger menjadi alat yang relatif penting untuk mengisi ulang daya untuk peralatan elektronik, semisal telepon genggam dan laptop. Kelupaan membawa charger menimbulkan masalah tersendiri manakala power hape atau laptop kita menipis. Hape dan laptop tidak bisa diisi ulang dayanya, kendati ada power listrik. Solusinya adalah meminjam charger atau membeli yang baru.

Situasi itu memang tidak persis sama dengan perumpamaan lima gadis bijak dan lima gadis bodoh. Akan tetapi, tanpa minyak, pelita itu akan sama seperti hape di atas, tidak akan bisa terus menyala. Lima gadis disebut bodoh karena mereka menyambut sang mempelai hanya mengandalkan pelita masing-masing. Sementara lima gadis yang lain disebut bijak karena selain pelita, mereka juga menyediakan minyak dalam buli-buli. Gadis-gadis bodoh itu bisa jadi memperhitungkan bahwa persediaan minyak dalam pelita mereka cukup untuk menyambut sang mempelai. Mereka tidak berpikir bahwa ada kemungkinan sang mempelai datang terlambat.

Ternyata sang mempelai memang datang terlambat, sehingga para gadis ini mengantuk dan tertidur. Perumpamaan ini tidak menyebutkan di mana mereka tidur. Yang pasti, selama tidur, pelita mereka tetap menyala semua. Mereka baru terbangun saat mendengar seruan orang, “Mempelai datang, songsonglah dia!” Para gadis ini pun bangun dan membereskan pelita masing-masing. Menyadari bahwa pelita mereka hampir padam, para gadis bodoh ini meminta sebagian minyak dari gadis-gadis bijak. Namun, mereka disarankan untuk membeli minyak. Perumpamaan tidak menjelaskan pula bagaimana pada tengah malam mereka bisa membeli minyak. Yang pasti, selama mereka pergi membeli minyak, sang mempelai datang sehingga kelima gadis yang bijak bisa menyongsongnya dan masuk bersama-sama dia ke ruang perjamuan. Sementara itu, ketika kembali dari membeli minyak, kelima gadis bodoh mendapati pintu telah terkunci. Sang mempelai bahkan lalu menolak mereka: “Aku tidak mengenal kalian!”

Perumpamaan tentang lima gadis bijak dan lima gadis bodoh tersebut berbicara soal Kerajaan Allah pada saat akhir zaman. Kedatangan Kristus, sang mempelai, disambut dengan meriah. Sungguh berbahagia kalau orang bisa menyambut-Nya dan masuk bersama-sama Dia ke ruang perjamuan. Keterlambatan sang mempelai agaknya hendak melukiskan tertundanya parousia (kedatangan Kristus yang kedua). Di akhir perikop ditegaskan bahwa kita tidak akan tahu kapan Dia akan datang lagi. Karena itu, kita harus menanti-Nya dengan sikap berjaga-jaga. Pelita kita harus tetap menyala. Untuk itu, kita juga perlu menyediakan minyak agar dapat menyambut sang mempelai kapan saja Ia datang.

Ada pelbagai penjelasan alegoris tentang pelita dan minyak. Kita akan merenungkan salah satunya. Pelita itu dimiliki oleh kesepuluh gadis, baik bijak maupun bodoh. Pelita tersebut bisa dialegorikan sebagai rahmat pembaptisan dan iman yang dianugerahkan dalam pembaptisan. Pada saat liturgi pembaptisan, si terbaptis menerima lilin baptis dan diberi pesan untuk mempertahankan nyalanya.

Sementara itu, minyak adalah perbuatan kasih sebagai perwujudan iman. Injil Matius dengan tegas menunjukkan bagaimana orang harus mendirikan rumah di atas dasar batu, yakni sikap iman orang yang mau mendengarkan dan melakukan firman Allah. Mereka yang melakukan kehendak Bapa akan diterima Yesus dalam Kerajaan Surga (Mat. 7:21-23). Melakukan kehendak Bapa juga berarti menunjukkan belas kasih kepada orang-orang yang hina dan menderita (Mat. 25:31-46).

Itulah cara menyediaka minyak agar pelita kita tetap menyala, cara kita “menchas” hape dan laptop kita agar tidak pernah drop. Minyak-minyak perbuatan kasih perlu diupayakan terus karena kita tidak tahu kapan sang mempelai akan datang.