Para psikolog berpendapat bahwa semua orang pernah bermimpi. Pada suatu kesempatan mimpi itu kadang menyenangkan, tetapi pada kesempatan lain kadang menyedihkan. Mimpi yang kadang menyenangkan dan kadang menyedihkan ini tidak semuanya diingat secara terperinci pada waktu bangun tidur. Tidak hanya sulit diingat semuanya, tetapi mimpi itu juga kadang sulit dipahami.
Ada sejumlah teori tentang apa yang menyebabkan orang bermimpi. Sigmund Freud, misalnya, memahami mimpi sebagai pesan alam bawah sadar yang berisi keinginan, ketakutan, dan berbagai macam aktivitas emosi lain yang sama sekali tidak disadari. Analisis mimpi dapat mengungkapkan pesan alam bawah sadar atau menyingkapkan masalah yang terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang.
Mimpi dan penglihatan: Sarana pewahyuan
Di sini kita tentu saja tidak bermaksud untuk menampilkan gagasan Freud tentang mimpi dan analisanya. Sebab, fokus kita hanya pada apa kata Kitab Suci tentang mimpi. Alkitab memahami mimpi (Yunani: onar) sebagai sarana pewahyuan ilahi terkait dengan rencana-Nya bagi umat-Nya. Melalui mimpi, Allah berkomunikasi dengan seseorang dan membimbingnya untuk melalukan apa yang seharusnya, atau mengarahkannya ke mana harus pergi ketika menghadapi momen kritis dalam hidupnya.
Dalam Injil Matius yang merupakan satu-satunya tulisan Perjanjian Baru yang memakai kata mimpi, misalnya, Allah berkomunikasi dengan Yusuf dan membimbingnya melalui mimpi untuk mengambil tindakan tepat ketika berada dalam momen kritis atau situasi sulit dalam hidupnya (Mat. 1:18-25). Komunikasi dan bimbingan ini memberi jaminan bagi Yusuf bahwa Allah hadir melalui malaikat-Nya dalam mimpi di tengah-tengah situasi kritis hidupnya.
Ketika Maria didapatinya mengandung sebelum keduanya berhubungan suami-istri, Yusuf dihadapkan pada sebuah dilema yang sulit dipecahkan. Dilema ini muncul karena kehamilan Maria dianggap sebagai hasil dari hubungan gelapnya dengan laki-laki lain. Anggapan ini menempatkan Yusuf pada dua pilihan dilematis: memublikasikan dugaan kehamilan Maria sehingga Maria dihukum mati layaknya seorang yang telah melakukan perzinaan (Ul. 22:23-27) ataukah menceraikannya secara diam-diam.
Solusi atas pilihan dilematis ini datang kepada Yusuf dalam sebuah mimpi. Dalam mimpinya, Yusuf berkomuniaksi dengan malaikat Tuhan yang memerintahkannya untuk mengambil Maria sebagai istrinya. Malaikat Tuhan itu juga menjelaskan asal-usul kehamilan Maria dan status anak yang ada dalam rahimnya sebagai Anak Allah. Setelah itu, Yusuf diberi perintah melalui mimpi untuk membawa Yesus dan Maria mengungsi ke Mesir (Mat. 2:13-15), membawa mereka kembali ke Israel setelah kematian Herodes (Mat. 2:19-21), dan akhirnya untuk pergi ke Galilea daripada Yudea (Mat. 2:22-23). Melalui mimpi, Allah menyatakan dan memperlihatkan perlindungan bagi bayi Yesus beserta ibu-Nya ketika menghadapi berbagai situasi sulit dan ancaman dari penguasa yang tidak bersahabat.[1]
Tidak hanya Yusuf yang diarahkan dan dibimbing melalui mimpi, tetapi juga orang-orang majus yang dipandang sebagai wakil dari dunia bukan Yahudi yang mengakui dan menyembah Yesus. Kedatangan mereka memenuhi nubuat Yesaya: “Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu” (Yes. 60:3). Orang-orang majus ini diarahkan dan dibimbing oleh Allah melalui mimpi. Mereka diingatkan dalam sebuah mimpi untuk tidak kembali kepada Herodes setelah mereka mengunjungi Yesus yang baru saja dilahirkan, tetapi kembali ke negeri mereka melalui jalan lain (Mat. 2:12). Seperti Yusuf, mereka (2:13-14; 2:19-21) menerima perintah dari Allah melalui sebuah mimpi untuk mengubah rencana mereka. Perintah dalam mimpi itu mereka taati sehingga mereka pulang ke negeri mereka melalui jalan lain demi membebaskan keluarga kudus dari rancangan jahat Herodes.
Beberapa perikop dalam Kisah Para Rasul menunjukkan bahwa Allah mengarahkan dan membimbing Paulus dalam perjalanan misinya dengan cara yang mirip seperti yang dialami oleh Yusuf dan orang-orang majus. Meski kata “mimpi” tidak digunakan, namun Paulus mendapat beberapa penglihatan di waktu malam (Yunani: horama) yang mengarahkannya untuk pergi ke Makedonia (Kis. 16:9) dan untuk tetap tinggal di Korintus (Kis. 18:9-11). Paulus mendapat penglihatan lagi pada suatu malam untuk meneguhkan hatinya supaya berani bersaksi tentang Dia di Roma (Kis. 23:11). Peneguhan serupa diulang lagi dalam penglihatan pada waktu malam lainnya ketika malaikat Tuhan memberi jaminan bahwa Paulus dan rekan-rekannya akan selamat (Kis. 27:23).
(Bersambung)
[1] P. J. Budd, “Onar, dream” dalam Collin Brown (ed.) Onar, dream” dalam Collin Brown (ed.) The New International Dictionary of New Testament Theology. Exeter: The Paternoster Press, 1975), 512.