Lukas 11:37-41
Ketika Yesus selesai mengajar, seorang Farisi mengundang Dia untuk makan di rumahnya. Maka masuklah Ia ke rumah itu, lalu duduk makan. Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci tangan-Nya sebelum makan. Tetapi Tuhan berkata kepadanya: “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.”
***
Injil hari ini bercerita tentang keheranan seorang Farisi dan teguran Yesus sebagai tanggapan atas keheranan itu. Orang Farisi itu heran karena Yesus tidak mengindahkan tradisi sebelum makan. Mengapa ia heran? Mengapa Yesus harus menegur dengan keras sebuah keheranan?
Bagi orang Yahudi, kesalehan adalah sesuatu yang menyenangkan Allah dan karenanya menyelamatkan. Karena itu, praktik taat kepada hukum yang telah digariskan secara ketat menjadi sebuah keutamaan yang harus dikedepankan dalam hidup setiap hari. Tanpa disadari, orang bergeser dari pemuliaan Allah dalam hidup menjadi pemuliaan diri melalui perintah Allah. Ketaatan pada hukum yang dijalankan secara sempurna akan menjamin keselamatan. Mereka lupa bahwa kesalehan adalah rahmat, dan karenanya kesalehan sejati tidak terletak pada kesempurnaan pelaksanaan praktik hukum kegamaan yang ketat, melainkan pada bagaimana seseorang menjadikan diri saluran rahmat, cinta, dan belas kasih Allah. Inilah yang terpenting, yang mau ditunjukkan Yesus kepada sang tuan rumah yang mengundang-Nya makan.
Orang Farisi itu merasa heran akan tindakan Yesus yang tidak membasuh tangan. Ia memandang Yesus sebagai rabi, orang saleh, orang yang dekat dengan Allah. Sungguh mengherankan bahwa orang seperti ini ternyata tidak menaati aturan keagamaan yang paling sederhana, yakni mencuci tangan sebelum makan.
Terhadap keheranan itu, Yesus bereaksi cukup keras dan tajam. Ia bermaksud meluruskan mentalitas kesalehan orang Farisi itu. Bukan apa yang masuk yang menjadikan orang tidak suci, melainkan apa yang keluar dari dirinya. Apa gunanya melaksanakan hukum keagaamaan kalau tujuannya hanya memperbesar ego pribadi? Apa faedahnya menjalankan aturan yang ketat, tetapi meremehkan ketidakmampuan orang lain? Hanya orang sok suci yang suka menilai kesuciannya sendiri dan kesucian orang lain.
Lewat kabar gembira hari ini, Yesus menegur dan mengajak orang supaya membangun kesucian yang sejati, kesucian yang melihat dirinya sebagai orang yang digerakkan oleh rahmat dan belas kasih Allah, bukan oleh ide-ide dan ambisi pribadi yang delusif tentang kesucian dan kebaikan diri sendiri. Sang Anak Manusia tidak memandang diri-Nya sebagai yang paling suci di antara saudara dan saudari-Nya. Ia yang tanpa dosa adalah sosok yang paling mampu menyembuhkan kedosaan kita.
Saya jadi teringat topik tentang malaikat di ruang kuliah dulu. Dikatakan bahwa hanya malaikat-malaikat yang jatuh ke dalam dosalah yang berani mengatakan bahwa diri mereka lebih suci dan lebih baik dari yang lain, bahkan dari Tuhan sendiri. Mereka selalu menemukan alasan yang tepat untuk membenarkan kekeliruan mereka. Karena itu, saudara-saudari sekalian, marilah kita berusaha agar tetap ugahari di dalam hidup dan kerohanian kita.