Lukas 19:45-48
Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ, kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.”
Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa Israel berusaha untuk membinasakan Dia, tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia.
***
Marah adalah perilaku yang normal, sebagai salah satu bentuk ekspresi emosi manusia. Selain ekspresi emosi, marah juga merupakan suatu bentuk komunikasi. Adakalanya orang lain baru mengerti maksud yang ingin kita sampaikan ketika kita marah. Mengenai kemarahan, Aristoteles berkata, “Siapa pun bisa marah! Marah itu mudah. Namun, marah kepada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik bukanlah hal yang mudah.”
Begitulah yang dilakukan Yesus ketika ia melihat orang-orang menyalahgunakan tempat, fungsi, dan esensi Bait Allah. Yesus marah dan mengusir mereka dari Bait Allah demi tujuan yang baik dan mulia. Namun, dengan itu Yesus menghadapi situasi yang tidak mudah. Ia sudah tahu bahwa ada harga yang harus dibayar untuk tindakan-Nya tersebut. Sejak saat itu, hidup-Nya dipertaruhkan.
Sebelumnya Yesus bersikap sabar ketika berhadapan dengan kebencian, permusuhan, pencemaran, dan kata-kata kotor yang terjadi di sekitar diri-Nya. Namun, ketika tahu bahwa hal yang tidak semestinya dilakukan di Bait Allah, Ia pun menjadi marah. Bait Allah adalah lambang kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya. Sudah sepantasnya umat menghormati tempat itu dengan sungguh, yakni dengan menjadikan Bait Allah hanya sebagai tempat untuk menyembah, memuji, berdoa, dan bersyukur kepada Tuhan.
Karena itu, ketika membersihkan Bait Allah dengan mengusir orang-orang yang berjualan – mereka itu mencemari Bait Allah demi mendapatkan laba – Yesus tidak hanya mengusir ketidakadilan dan praktik kotor dari tempat suci itu, tetapi juga mengembalikan martabat kesucian Bait Allah sebagai tempat kediaman Allah, sebagai tempat perlindungan bagi kehidupan dan cinta.
Yesus juga ingin membersihkan Bait Allah yang ada dalam hati kita masing-masing. Hati kita adalah tempat kediaman Tuhan. Semoga kemarahan Yesus menjadi cambuk bagi kita untuk senantiasa menjaga kesucian dan kemurnian hati. Hati kita hendaknya selalu suci, murni, dan dipenuhi oleh cinta kasih-Nya. Harapan mulia ini mungkin terasa sulit diwujudkan, tetapi dengan bantuan Allah, kita pasti akan sanggup mencapainya.